Pakar Ingatkan ChatGPT Bisa Keliru, Pemerintah Perlu Buat Regulasi AI

Crysania Suhartanto
Kamis, 12 Oktober 2023 | 00:30 WIB
Warga menunjukan aplikasi ChatGPT di Jakarta, Jumat (10/2/2023). Bisnis/Abdurachman
Warga menunjukan aplikasi ChatGPT di Jakarta, Jumat (10/2/2023). Bisnis/Abdurachman
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Pakar teknologi melihat regulasi terkait kecerdasan buatan makin dibutuhkan karena perkembangan teknologi yang semakin membahayakan, khususnya kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) seperti ChatGPT.

Pakar teknologi sekaligus ilmuwan Khoirul Anwar mengatakan kecerdasan buatan dibuat berdasarkan bank data yang tidak dibuka untuk publik. Oleh karena itu, masyarakat tidak dapat mengetahui kebenaran dari data yang diberikan oleh AI.

ChatGPT misalnya bisa ngawur dalam memberikan referensi,” ujar Khoirul, Rabu (11/10/2023).

Selain itu, Khoirul juga mengatakan kecerdasan buatan bisa memberikan informasi yang tidak seimbang ataupun bias kepada suatu kelompok tertentu.

Hal ini dikarenakan biasanya sebuah platform kecerdasan buatan didukung oleh sebuah instansi yang memiliki kepentingan tertentu.

“Namun, jika bekerja sama dengan instansi tertentu, data base dari instansi tersebut,” ujar Khoirol.

Alhasil, Khoirol menyarankan pemerintah untuk mulai melihat ke arah tersebut untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Walaupun memang, masalah kepentingan dan ketidakberimbangan sulit untuk diregulasi.

Oleh karena itu, Khoirol mengatakan saat ini hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah hanya menjaga agar kecerdasan buatan dapat melindungi manusia dan juga alam. “Apapun datanya, yang penting melindungi manusia dan alam,” ujar Khoirol.

Menurut Khoirol, untuk melindungi manusia, hal tersebut bisa berupa dengan menjaga agar AI dapat memberikan data yang valid dan tetap memperhatikan privasi pemilik data.

Selain itu, untuk melindungi alam dapat dilakukan dengan menjaga AI tetap memberikan data yang tidak merusak alam.

Sebelumnya, dikutip dari laman Kemenkominfo, Wakil Menteri Kemenkominfo Nezar Patria mengatakan perlu ada kebijakan terkait perkembangan AI yang ada saat ini. Mulai dari moderasi konten, keberimbangan dan nondiskriminasi, serta upaya penguatan literasi digital.

“Kita harus akui bahwa AI membawa berbagai risiko seperti pelanggaran hak privasi dan penyalahgunaan kekayaan intelektual yang butuh ditangani secara hati-hati," ujar Nezar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper