Harapan XL Axiata dan Indosat Jelang Seleksi Spektrum 700 MHz

Crysania Suhartanto
Selasa, 10 Oktober 2023 | 09:00 WIB
Pemandangan daratan dan lautan dari atas menara telekomunikasi salah satu provider. Dari menara tersebut, frekuensi telekomunikasi disuntikan untuk melayani pelanggan.
Pemandangan daratan dan lautan dari atas menara telekomunikasi salah satu provider. Dari menara tersebut, frekuensi telekomunikasi disuntikan untuk melayani pelanggan.
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - PT XL Axiata Tbk. (EXCL) dan PT Indosat Tbk. (ISAT) menaruh perhatian terhadap nilai seleksi pita frekuensi 700 MHz. Meski pemerintah belum memberitahu skema seleksi, namun keduanya khawatir nilai lelang akan lebih mahal dibandingkan dengan lelang spektrum 2,1 GHz sebelumnya. 

Sebagai gambaran, pada 2022 Telkomsel harus membayar Rp605 miliar untuk 1 blok dengan lebar 2x5 MHz di pita frekuensi 2,1 GHz. 

Adapun untuk spektrum frekuensi 700 Mhz terdapat pita dengan lebar 90 MHz. Artinya, jika dibagi menjadi 2x5 MHz maka akan terdapat 9 blok. 

Jika masing-masing nilai blok diterapkan nilai yang sama seperti 2022 yaitu Rp605 miliar, kemudian Kemenkominfo memutuskan membagi pemenang seleksi menjadi tiga operator, yang mana masing-masing pemenang mendapat 3 blok, maka nilai biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi yang harus ditanggung operator pemenang setiap tahunnya adalah sekitar Rp1,81 triliun. Artinya, untuk 9 blok nilainya sekitar Rp5,44 triliun. 

Kemudian untuk skema yang lebih mahal, saat Kemenkominfo melihat nilai lelang 700 MHz harus lebih mahal karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi seiring dengan jangkauan yang luas, maka nilainya kemungkinan bisa mencapai Rp650 miliar per blok. Dengan kondisi tersebut maka nilai lelang untuk 9 blok bisa mencapai Rp5,9 triliun - Rp6 triliun. 

Mengenai hal tersebut, Presiden Direktur dan CEO XL Axiata Dian Siswarini mengatakan perseroan telah menyiapkan dana untuk ikut lelang. Namun, besaran dana tersebut belum dapat diberitahun ke masyarkat.

Biaya yang disiapkan juga memperhitungkan nilai lelang terakhir pada 2022 yang digelar oleh Kemenkominfo di pita 2,1 GHz. 

“Teman-teman masih ingat tender 2,1 GHz itu untuk 5 MHz itu harganya di atas Rp600 miliar kalau 5 MHz. Kalau dihitung sama, maka harganya mau berapa?” ujar Dian di sela acara ulang tahun ke 27 XL Axiata, Senin (9/10/2023).

SVP Head of Corporate Communications Indosat Steve Saerang mengatakan mengkaji keikutsertaanya dalam lelang frekuensi 700 MHz dan 26 GHz dengan sejumlah pertimbangan.

Indosat meminta pemerintah membagi blok lebar pita dengan sesuai, serta menetapkan harga yang terjangkau untuk lelang spektrum 700 MHz dan 26 GHz. Permintaan itu dilakukan untuk memastikan operator seluler bisa benar-benar memanfaatkan spektrum yang diseleksi.

“Untuk meningkatkan pelayanan dan memberikan pengalaman terbaik kepada pelanggan, serta mendukung percepatan transformasi digital di Indonesia,’’ ujar Steve kepada Bisnis, Senin (9/10/2023).

Steve mengaku Indosat masih melakukan kajian yang komprehensif berdasarkan strategi bisnis dan kebutuhan jaringan kedepannya.

“Agar sejalan dengan misi kami menghadirkan pengalaman digital kelas dunia, menghubungkan, dan memberdayakan masyarakat,” ujar Steve.

Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Yosef M. Edward menilai lelang spektrum frekuensi 700 MHz akan lebih mahal dari seleksi yang dilakukan pemerintah pada frekuensi 2,1 GHz. Sebaliknya, spektrum frekuensi 26 GHz justru dinilai lebih murah dari seleksi sebelumnya. 

Hal ini tidak terlepas dari spektrum 700 MHz yang sangat diminati para operator karena dapat menjangkau daerah yang lebih jauh. 

“Untuk 2,6 GHz daya jangkaunya lebih kecil, untuk 5G memiliki bandwith yang lebih lebar, sebaiknya lebih murah, dengan teknologi (time division duplexing) TDD,” ujar Ian kepada Bisnis, Senin (9/10/2023).

Diketahui, TDD merupakan metode pengiriman data membagi slot waktu pengiriman data dan waktu penerimaan data dalam satu frekuensi yang sama. 

Selanjutnya, terdapat time guard yang berada di antara waktu pengiriman data dan waktu penerimaan data yang berfungsi untuk mencegah adanya benturan. 

Kendati demikian, Ian menambahkan, walaupun frekuensi 26 GHz nantinya sudah dibanderol dengan harga murah, pemerintah dan operator masih harus mempertimbangkan adanya frekuensi sharing. 

Mengingat 26 GHz memiliki jangkauan yang rendah, otomatis harus didukung dengan infrastruktur yang banyak. Alhasil, spektrum sharing diharapkan untuk dilakukan agar penggunaannya lebih efisien dan optimal.

Sementara itu, untuk spektrum frekuensi 700 MHz, diharapkan agar pemerintah memberikan kewajiban untuk operator untuk membangun daerah-daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar).

Diketahui, berdasarkan catatan Bisnis, survei APJII menunjukan tingkat penetrasi internet di urban baru sebesar 77,36 persen dari jumlah populasi di daerah urban. Sementara penetrasi internet di daerah rural hanya sebesar 79,79 persen dari jumlah populasi penduduk setempat. 

Sebagai informasi, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tengah menyiapkan Rancangan Peraturan Menteri (RPM) Kemenkominfo tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi 700 MHz dan 26 GHz.

Dikutip dari laman Kemenkominfo, pemerintah pun tengah meminta pendapat publik atau konsultasi publik terkait RPM tersebut.

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper