Bisnis.com, JAKARTA - Bisnis televisi kabel dinilai telah masuk pada masa senjakala. Gempuran layanan video berbasis permintaan (VoD) seperti Netflix, Disney, Vidio dan lain sebagainya, membuat layanan televisi berbasis serat optik itu menjadi kurang relevan.
Ketua Umum Indonesian Digital Empowering Community (Idiec) M. Tesar Sandikapura mengatakan dahulu alasan orang tertarik berlangganan televisi kabel karena kualitas gambar televisi antena atau free to air jelek. Selain itu, belum banyak siaran streaming tayangan dari luar negeri.
Kondisi ini berbeda 5 - 10 tahun terakhir, ketika internet masuk, di mana masyarakat dapat mengakses siaran dengan kualtas gambar yang bagus dan tayangan luar negeri mudah diakses lewat layanan VoD seperti Netflix, Disney Hotstar, dan lain sebagainya/ Alhasil, layanan televisi kabel sudah tidak relevan.
“Sekarang internet bandwidhnya bagus sehingga tayangan streaming menjadi jauh lebih baik. Kemudian, tayangan televisi nasional sekarang sudah banyak streamingnya. Tergerus lah kemudian itu bisnis televisi kabel,” kata Tesar kepada Bisnis, Jumat (6/1/2023).
Sekedar informasi, Research and Market memperkirakan pasar video-on-demand (VoD) menyentuh US$104,42 miliar atau sekitar Rp1.606 triliun pada 2023 dan menjadi US$ 173,27 miliar atau Rp2.665 triliun pada 2028, seiring denga adopsi VoD yang makin luas.
Dilansir dari Global Newswire, pengguna internet berbasis seluler, adopsi 5G, dan dominasi pasar menjadi pendorong pertumbuhan tersebut. Lonjakan pengguna internet berbasis seluler telah mengubah pengalaman menonton, menjadikan VoD lebih nyaman dan mudah diakses.
Perangkat seluler, termasuk ponsel pintar, tablet, dan PC, telah memainkan peran penting dalam memberikan kepuasan instan kepada pengguna.
Tesar juga mengatakan harga layanan VoD yang lebih murah dibandingkan dengan langganan televisi kabel juga membuat masyarakat lebih tertarik berlangganan VoD dibandingkan dengan berlangganan televisi kabel.
“Netflix, Vidio, dan lain sebagainya harga layanannya murah. Jadi kesannya televisi kabel ini sudah tidak ada lagi perannya,” kata Tesar.
Bisnis televisi kabel memang tengah mengalami penurunan. Salah satunya seperti yang dialami oleh PT Link Net Tbk. (LINK) anak usaha dari PT XL Axiata Tbk. dan Axiata Bhd.
Pada kuartal I/2023, laporan terakhir yang dipublikasi Link Net, diketahui Link Net mengalami penurunan pendapatan 7,2 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp977 miliar.
Penurunan tersebut didorong anjloknya pendapatan dari bisnis tv kabel yang merosot Rp71 miliar (14 persen yoy) menjadi Rp432 miliar.
Adapun pendapatan tv kabel berkontribusi sebesar 44 persen terhadap total pendapatan LinkNet pada kuartal I/2023.
Bisnis telah menghubungi Presiden Direktur dan CEO Link Net Marlo Budiman mengenai penurunan tersebut, termasuk soal laporan keuangan Link Net untuk kuartal II/2023 yang belum muncul di website. Marlo hanya membaca pesan yang diberikan Bisnis lewat Whatsapp.