Bisnis.com, JAKARTA - Spektrum frekuensi 700 MHz dinilai belum cukup menghadirkan layanan 5G yang sesungguhnya. Dibutuhkan spektrum frekuensi dengan lebar pita (bandwidth) sebesar 100 MHz untuk 5G, sementara yang tersedia di pita 700 MHz hanya 90 MHz sisa dari siaran analog.
Namun demikian, penggelaran 5G di 700 MHz memiliki akan mendorong penetrasi dengan lebih cepat karena jangkauannya yang luas.
“Mungkin pengguna akhir (hanya) berkesempatan untuk 'mencicipi 5G' saja. Kalau banyak yang tertarik mencicipi, ada harapan penetrasi perangkat 5G akan meluas,” ujar Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Mastel Sigit Puspito Wigati kepada Bisnis, Selasa (5/9/2023).
Lebih lanjut, Sigit juga mengatakan selama ini pemerintah cenderung membebaskan kepada penyelenggara untuk memilih teknologi yang akan digunakan dalam frekuensi.
Dengan demikian, keputusan pemerintah terkait keharusan penggelaran 5G di frekuensi 700 MHz ini akan menimbulkan problematika tersendiri di mata operator seluler.
Maka dari itu, Sigit berharap agar pemerintah memberikan alasan opsi tersebut diambil agar terjadinya transparansi di proses menuju lelang spektrum ini.
Sigit juga mengatakan bahwa pemerintah juga harus mengedukasi kepada pada masyarakat luas terkait kepentingan nasional yang ingin dicapai pemerintah dengan pergelaran 5G.
Mengingat selama 2 tahun sejak pertama kali 5G masuk ke Indonesia, perkembangan jaringan ini seakan jalan di tempat. “Sudah dua tahun dimulai, tetapi masih sangat-sangat terbatas wilayah layanannya,” ujar Sigit.
Dengan demikian, Sigit mengatakan regulasi pemanfaatan jaringan 5G tersebut merupakan salah satu strategi pemerintah untuk percepatan penerapan teknologi baru tersebut.
Hal ini dikarenakan jika banyak masyarakat yang sudah mencicipi 5G, hal ini akan berpotensi membuat penetrasi perangkat 5G akan meluas.
Dari sisi operator, PT Smartfren Telecom Tbk. (FREN) dan PT XL Axiata Tbk. (EXCL) kompak menyatakan partisipasinya dalam lelang spektrum 700 MHz. Kendati demikian, mereka belum memaparkan teknologi yang akan digunakan jika mereka mendapatkan spektrum tersebut.
Sementara Indosat menyampaikan bahwa mereka kemungkinan akan menggunakan 700 MHz untuk 4G, bukan 5G karena spektrum frekuensi yang kurang lebar dan ekosistem yang belum matang.
Director & Chief Business Officer IOH Muhammad Buldansyah mengatakan bahwa 5G membutuhkan pita frekuensi sebesar 100 MHz agar optimal, sedangkan jumlah spektrum yang tersedia di bekas televisi analog hanya sebesar 90 MHz.
Jumlah tersebut, menurut Buldansyah, belum cukup 5G sehingga kalau pun terlibat dalam lelang 700 MHz dan menang, kemungkinan tidak akan digunakan untuk 5G.
“Ekosistem 700 MHz belum kuat untuk 5G, yang paling matang itu ada di 2,6 GHz dan 3,5 GHz,” kata Buldansyah.
Adapun jika seandanya pita 700 MHz dibagi kepada beberapa pemenang, kata Buldansyah, makin sulit untuk digunakan untuk 5G da hanya memungkinkan untuk cakupan di luar teknologi 5G.
“Buat coverage apa? Kami tertarik tetapi pada akhirnya bukan untuk 5G,” kata Buldansyah.
Vice President Corporate Communications Telkomsel Saki Hamsat Bramono mengatakan frekuensi radio merupakan sumber daya terbatas yang berperan penting dalam penyelenggaraan jaringan mobile broadband.
Telkomsel masih terus melakukan pengkajian mendalam dan terukur serta menunggu kebijakan yang akan dikeluarkan oleh pemerintah terkait proses seleksi, untuk memastikan optimalisasi pemanfaatan frekuensi 700 MHz tersebut dalam mendukung penggelaran jaringan broadband di Indonesia.
“Kami berharap rangkaian proses penghentian siaran analog atau Analog Switch Off (ASO) terselesaikan secara tuntas dan menyeluruh, terutama pada spektrum frekuensi yang akan dilelang/seleksi tersebut, agar terhindar dari potensi interferensi yang dapat merugikan seluruh pihak,” kata Saki.