Dell PHK Lagi, Pegawai Divisi Pemasaran dan IT Paling Terdampak

Lydia Tesaloni Mangunsong
Rabu, 9 Agustus 2023 | 15:18 WIB
Dell Technologies./Twitter @DellTech
Dell Technologies./Twitter @DellTech
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan teknologi, Dell Technologies melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sejumlah karyawannya. Namun, perusahaan belum mengonfirmasi jumlah karyawan yang terdampak.

Melansir dari The Economic Times, Rabu (9/8/2023), Dell memastikan akan memangkas pekerjaan di perusahaan, di antaranya pada tim penjualan inti sebab perusahaan mengaku akan mengadopsi model penjualan baru yang diprakarsai sebuah mitra. Tenaga penjualan akan dialihkan untuk menjual produk melalui saluran.

"Beberapa anggota tim penjualan kami akan meninggalkan perusahaan. Kami tidak membuat keputusan ini dengan mudah, dan kami akan mendukung mereka yang terkena dampak beralih ke peluang berikutnya," kata juru bicara Dell.

"Kami selalu menilai bisnis kami agar tetap kompetitif dan memastikan kami siap untuk memberikan inovasi, nilai, dan layanan terbaik kepada pelanggan dan mitra kami," tambah juru bicara Dell.

Selain pekerja dari tim penjualan, pekerja IT juga turut terdampak PHK, seperti dikutip dari CRN, Rabu (9/8/2023).

Pada media sosial pencari kerja profesional Linkedin, terdapat 25 unggahan #OpenToWork dari karyawan Dell yang berbasis di AS dalam 24 jam terakhir, menunjukkan para pekerja tersebut tidak lagi tergabung dengan perusahaan.

Sebelumnya, Dell diketahui juga telah memberhentikan 6.500 karyawan pada bulan Februari lalu, atau sekitar 5 persen dari 133.000 tenaga kerja saat itu.

Mitra yang disebutkan mengatakan bahwa mereka melihat PHK sebagai kesempatan untuk memberdayakan Dell dan mendorong pertumbuhan penjualan.

Pemutusan hubungan kerja kedua dalam satu tahun ini terjadi hanya dua minggu setelah Wakil COO Dell, Chuck Whitten tiba-tiba mengundurkan diri.

Dalam laporan keuangannya untuk kuartal pertama tahun fiskal 2024, Dell melaporkan pendapatan sebesar US$20,9 miliar atau sekitar Rp317 triliun, turun 20 persen, serta menghasilkan pendapatan operasional sebesar US$1,1 miliar atau sekitar Rp16 triliun.

"Kami mengeksekusi dengan baik dengan latar belakang ekonomi yang menantang. Kami mempertahankan disiplin harga, mengurangi biaya operasional, dan rantai pasokan kami terus berjalan dengan baik setelah normalisasi di depan para pesaing," kata Whitten.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper