Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan elektronik asal Korea Selatan LG berencana menggunakan layanan berlangganan dan iklan berbasis TV untuk meningkatkan pendapatannya hingga 100 triliun won Korea (US$78,9 miliar atau sekitar Rp1.178 triliun) pada tahun 2030.
Dilansir dari The Register, Jumat (14/7/2023), LG menyatakan diri akan berinovasi dengan model bisnis layanan yang berbasis platform sebab dianggap mampu menghasilkan keuntungan secara berkelanjutan.
Perusahaan milik CEO William Cho ini berencana mengembangkan platform konten dan layanan, subscription and solution, hingga bisnis yang berorientasi perangkat keras.
Lebih lanjut, LG menyebut rencananya akan berpusat pada keterlibatan pelanggan dengan mengandalkan peralatan yang sudah ada di rumah pelanggan.
200 juta armada smart TV yang saat ini sudah digunakan akan segera memperluas konten, layanan, dan iklan produk. Hal ini menunjukkan upaya perusahaan menjadi penyedia layanan media dan hiburan.
Sebelumnya pada 2022, LG mengungkapkan skema “Evolving Appliances For You” yang menjanjikan peningkatan perangkat lunak untuk peralatan rumah tangga. Skema ini menyiratkan intensi LG mencapai target utamanya meraup 100 triliun won Korea di 2030.
Namun di luar itu, LG memiliki target menjadi “smart life solution company” atau perusahaan solusi cerdas kehidupan, seperti diungkapkan Cho pada Rabu (13/7/2023) lalu. Masuknya LG ke khasanah media berlangganan menjadi bagian dari misi mencapai target tersebut.
Rencana LG mengembangkan layanan berlangganan menjadi bagian dari ledakan layanan berlangganan yang tengah terjadi. Data IBM menunjukkan pertumbuhan layanan berlangganan hingga 2022 kemarin mencapai 300 persen dalam satu dekade.
Namun, sejumlah konsumen juga mulai menunjukkan tanda-tanda "lelah berlangganan". Istilah "subscription fatigue" muncul untuk menggambarkan rasa frustasi yang dirasakan konsumen ketika tagihan kartu kredit menunjukkan semakin banyak pembayaran bulanan keanggotaan.
Sejumlah regulator juga memperhatikan beberapa praktik berlangganan yang "tajam", terutama soal pencegahan pembatalan. Komisi Perdagangan Federal AS (FTC) baru-baru ini mempertimbangkan peraturan yang lebih kuat untuk model bisnis ini.
Namun LG tampaknya tidak terpengaruh atau khawatir para investor mungkin akan mundur. Setelah merugi di bisnis ponsel dan panel surya, LG harus bertahan dengan peralatan rumah tangga premium yang selama ini menjadi andalannya.
Pemanfaatan pasar layanan berlangganan yang masih relevan dengan produk-produknya menjadi strategi yang layak dicoba.
LG juga dikabarkan ingin mengubah bisnis kendaraan listriknya menjadi penyedia komponen suku cadang senilai lebih dari $20,9 miliar pada tahun 2030, yang mungkin dapat dilakukan mengingat backlog di unit komponen kendaraannya mencapai $104,5 miliar pada akhir tahun.