Bisnis.com, SOLO - Seorang petani di Kanada diseret ke pengadilan dan didenda hampir Rp1 miliar karena mengirimkan emoji jempol.
Emoji itu membuat petani dan sang pengirim pesan salah paham, hingga memunculkan konflik perdata.
Melansir dari BBC, Chris Achter memiliki perusahaan pertanian bernama Swift Cureent Saskatchewan. Ia kemudian dikirimi pesan oleh rekan bisnisnya, Kent Mickleborough.
Dalam pesan yang dikirim Kent itu ternyata berisi kontrak kerja sama yang mengatakan bahwa terdapat pesanan 86 ton rami.
Selang beberapa saat, Kent tak kunjung mendapat 86 ton rami yang dipesannya. Ia pun menuntut Chris Achter ke pengadilan.
Tuntutan itu dilayangkan Kent karena Chris sudah mengiriminya emoji jempol, yang dipahami sebagai tanda bahwa Chris telah menyetujui kontraknya.
Namun sesampainya di pengadilan, Chris mengaku bahwa emoji jempol itu hanya sebagai tanda ia telah menerima pesan. Bukan setuju dengan kontrak kerja sama.
"Hanya menegaskan bahwa saya menerima kontrak rami. Itu bukan konfirmasi bahwa saya setuju dengan persyaratan," kata Achter di pengadilan.
Namun pengadilan memihak Kent, berdasarkan definisi emoji jempol yang berada di situs Dictionary.com. Situs itu mengatakan bahwa emoji jempol digunakan untuk mengekspresikan persetujuan, kesepakatan atau anjuran dalam komunikasi digital.
“Pengadilan dengan mudah mengakui bahwa emoji jempol adalah cara non-tradisional untuk 'menandatangani' dokumen. Dan dalam keadaan seperti ini, hal tersebut adalah cara yang sah untuk menyampaikan ‘kesepakatan’ dua tujuan,” kata Hakim Keene.