Akses NIK Kena Biaya, Industri Telekomunikasi Bisa Boncos Rp240 Miliar per Tahun

Leo Dwi Jatmiko
Rabu, 12 April 2023 | 22:24 WIB
Cara Membuat KTP Digital/Kemendagri
Cara Membuat KTP Digital/Kemendagri
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Penetapan tarif Rp1.000 untuk mengakses data Nomor Induk Kependudukan (NIK) akan membuat industri telekomunikasi makin berdarah-darah. Diperkirakan dalam satu tahun, industri telekomunikasi akan mengeluarkan dana hingga Rp240 miliar untuk mengakses data yang sama sekali tidak memberikan pemasukan bagi perusahaan telekomunikasi. 

Director & Chief Regulatory Officer IOH Danny Buldansyah mengatakan angka tersebut berasal dari jumlah kartu perdana yang diproduksi operator seluler. Dalam 1 bulan, operator diperkirakan industri telekomunikasi memproduksi 20 juta kartu perdana. Artinya, dalam 1 tahun terdapat sekitar 240 juta kartu perdana. 

“Industri ini dalam satu bulan jual sekitar 20 juta kartu SIM baru. Jika dikali Rp1.000 maka Rp20 miliar sebulan, kalau 1 tahun? Rp240 miliar uang industri,” kata Danny di Jakarta, Rabu (12/4/2023). 

Danny berharap agar biaya akses data Dukcapil tidak dibebankan ke operator seluler, yang selama ini telah mengakomodir dan mentaati peraturan regristrasi kartu untuk pelanggan baru. 

Menurutnya, akses data dukcapil oleh operator merupakan suatu keharusan, karena operator perlu melakukan validasi untuk semua pelanggan baru yang mereka miliki, ke Ditjen Dukcapil. Operator seluler tidak mengambil data apa pun dari Ditjen Dukcapil, untuk komersialisasi. 

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.10/2023 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Kementerian Dalam Negeri, aktivitas percobaan mengakses data tersebut kemudian dikenakan tarif Rp1.000 per percobaan. 

“Kami melakukan banding, kami sudah ke Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) agar tidak dijadikan PNBP,” kata Danny. 

Danny khawatir jika biaya Rp1.000 per percobaan akses data NIK tetap berlaku, operator akan menaikkan harga layanan atau membebankan kewajiban tersebut kepada masyarakat. 

Sebelumnya, Dirjen Dukcapil Teguh Setyabudi mengatakan pihaknya telah melakukan sosialisasi mengenai kebijakan dan tarif PNBP sebanyak 3 kali kepada seluruh lembaga pengguna (lembaga yang berorientasi pada profit) yang akan dikenakan PNBP, termasuk operator seluler. 

Ditjen Dukcapil mewajibkan kepada lembaga yang berorientasi pada profit membayar di awal jika ingin mendapat akses pemanfaatan data dan dokumen kependudukan. 

Penentuan jenis layanan dan jumlah layanan/kuota/vocer dipilih oleh pengguna menggunakan aplikasi Sistem Informasi PNBP Ditjen Dukcapil di alamat http://172.16.160.28/pnbp/.

Setelah pengguna melakukan pembayaran, Ditjen Dukcapil akan memberikan layanan sesuai dengan jenis layanan yang dipilih pengguna. 

Teguh menjelaskan adanya pengenaan tarif merupakan bagi dari upaya berbagi beban antara pemerintah dengan swasta. Pengelolaan data administrasi kependudukan dengan jumlah penduduk 277,7 juta jiwa membutuhkan dukungan jaringan komunikasi data serta perangkat keras yang terdiri dari server, storage, dan perangkat pendukung yang memadai. 

Kondisi perangkat keras Ditjen Dukcapil saat ini rata-rata usianya sudah lebih dari 10 tahun yang telah melewati masa garansi dan tidak memiliki lagi dukungan sparepart (end off support/end offlife). 

“Agar pelayanan publik tetap terjaga termasuk proses penyediaan data penduduk, perangkat keras tersebut perlu peremajaan yang membutuhkan anggaran besar,” kata Teguh.

Sementara itu, Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi menilai  kebijakan pengenaan biaya untuk akses ke Dukcapil sangat aneh. Sebab, semangat awal operator harus mengakses data di Dukcapil adalah untuk memvalidasi apakah nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor kartu keluarga (NOK) yang didaftarkan dalam pendaftaran kartu prabayar itu sesuai atau tidak. 

Dengan langkah itu, maka setiap kartu SIM yang diaktifkan dapat diketahui secara jelas penggunanya, sehingga bilamana terjadi kasus pidana atau pelanggaran UU lainnya dapat dilacak nomor tersebut milik siapa  dan pemilik nomor dapat dengan mudah dimintai pertanggungjawaban. 

“Jadi ada kepentingan negara atau nasional mengapa registrasi harus dilakukan Jangan kemudian semangat yang baik dan lurus ini dibelokan menjadi sumber pendapatan,” kata Heru.  

Dia mengatakan seharusnya akses terhadap data Dukcapil digratiskan. Perawatan server sudah menjadi bagian dari operasional server data itu sendiri, sehingga tidak bisa dijadikan alasan. 

“Alasannya mungkin jadi pendapatan negara bukan pajak (PNBP). Tetapi akan jadi pertanyaan lagi, akses NIK yang untuk kepentingan negara kok jadi PNBP?” kata Heru.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper