Bisnis.com, JAKARTA - Di tengah berita redupnya bisnis startup di 2022, startup kopi tetap tumbuh pesat. Kopi Kenangan (KopKen) memperoleh pendanaan seri C senilai US$96 juta (sekitar Rp1,3 triliun) pada awal 2022 dengan valuasi perusahaan mencapai US$ 1 miliar (sekitar Rp14,4 triliun saat itu) atau status unicorn.
Dengan status unicorn, valuasi KopKen lebih dari empat kali lipat dibandingkan valuasi perusahaan Food & Beverage (F&B) ternama Indonesia pemegang merk waralaba Starbuck, yaitu PT MAP Boga Adiperkasa (MAPB). Pada akhir 2021 nilai kapitalisasi pasar MAPB ‘hanya’ Rp3,5 triliun.
Bisnis KopKen yang tumbuh cepat dengan potensi laba usaha yang baik memungkinkan perusahaan segera melakukan IPO (Bisnis Indonesia, 13 Januari 2023).
Berbeda dengan startup transportasi ride hailing, food delivery, dan ecommerce yang diklaim memiliki perbedaan karakter dengan perusahaan konvensional sejenis (transportasi, logistik, dan ritel), perusahaan startup kopi tidak memiliki perbedaan signifikan dengan perusahaan kopi konvensional. Karena itu valuasi startup F&B seperti KopKen dapat dibandingkan dengan valuasi MAPB, sebagai perusahaan ritel kopi terbesar dan terbaik di Indonesia.
Perbandingan valuasi KopKen menggunakan data kinerja bisnis yang terbatas. Berita di media menyatakan bahwa KopKen menjual sekitar 40 juta cangkir kopi pada 2021, naik dari penjualan 30 juta cangkir pada 2020. Lalu, pada 2022 diperkirakan KopKen akan menjual 66 juta cangkir.
Data di atas menjadi dasar estimasi pendapatan tahunan KopKen. Harga KopKen per cangkir sekitar Rp20.000—Rp40.000. Diasumsikan per cangkirnya KopKen terjual pada harga median Rp30.000. Maka total pendapatan KopKen dari penjualan minuman pada 2021 sekitar Rp1,2 triliun.
Diasumsikan juga pendapatan lain-lain dari makanan sekitar sepertiga dari total penjualan minuman atau Rp400 miliar. Sehingga total penjualan KopKen di 2021 diperkirakan Rp1,6 triliun. Berdasarkan valuasi Rp14,4 triliun dan estimasi penjualan Rp1,6 triliun, maka rasio nilai valuasi perusahaan terhadap penjualan (Price to Sales Ratio, selanjutnya ‘rasio PS’) adalah sekitar sembilan kali.
Bila menggunakan proyeksi bisnis 2022 KopKen dengan penjualan 66 juta cangkir dan asumsi 30% pendapatan dari makanan, diperoleh nilai pendapatan perusahaan sekitar Rp2,6 triliun dan rasio PS sekitar 5,5 kali.
Sedangkan rasio PS untuk MAPB di 2021 dan 2022 hanya 1,5 kali (kapitalisasi Rp3,5 triliun dibagi penjualan Rp2,4 triliun) dan 1,3 kali, jauh lebih murah daripada valuasi KopKen. Padahal produk Starbuck lebih premium dibandingkan KopKen. Lokasi gerai Starbuck juga lebih strategis dan menjadi simbol lifestyle kelas menengah.
Untuk ekspansi sampai akhir 2022, KopKen telah memperoleh pendanaan Rp4,7 triliun. Sedangkan MAPB memiliki ekuitas Rp1,1 triliun dan utang sebesar Rp1,3 triliun, atau total pendanaan Rp2,4 triliun. Lagi-lagi indikasi ekspansi bisnis MAPB lebih efisien daripada KopKen.
Alasan utama valuasi KopKen yang tinggi adalah pertumbuhan yang sangat pesat, mencapai 48% per tahun dalam periode 2021-2022 (dari 30 juta cangkir di 2020 menjadi 66 juta cangkir di 2022).
Meski pertumbuhan 48% sangat tinggi, namun perusahaan startup kopi Luckin Coffee dari China yang tumbuh 70% per tahun (periode 2019—2022) hanya memiliki rasio PS sekitar empat kali. Bagaimana Luckin Coffee sudah laba, dengan pertumbuhan lebih tinggi dan target pasar lebih besar dari KopKen memiliki rasio valuasi yang lebih rendah?
Luckin Coffee sendiri IPO di Mei 2019 pada harga US$17 per saham dan valuasi US$4,2 miliar. Meski sempat rally ke US$50, kemudian harga saham Luckin Coffee mengalami koreksi ekstrem ke US$1,4/saham pada Mei 2020. Baru pada September 2022 harga saham Luckin Coffee kembali ke harga US$17, sejalan pertumbuhan laba yang luar biasa.
Di era booming investasi venture capital ke startup di periode 2018—2020, pertumbuhan dan valuasi tinggi menjadi simbol keberhasilan perusahaan startup. Matriks kinerja konvensional seperti arus kas, marjin operasional, dan laba sering diabaikan.
Namun, ujian berupa gejolak ekonomi makro dan dinamika pasar modal membongkar fakta bahwa valuasi startup itu lebih didominasi persepsi dan manipulasi dari investor VC yang sangat agresif. Di tangan VC, valuasi perusahaan startup bagaikan mitos seperti hewan unicorn itu sendiri.
Di era penuh gejolak makro dan arus pendanaan terbatas, profitabilitas dan arus kas kembali menjadi indikator utama untuk evaluasi perusahaan yang menjadi target investasi. Investor yang tertarik dengan sektor F&B sepertinya lebih memiliki peluang untung dengan berinvestasi pada saham-saham publik seperti MAP Boga.