Mastodon Jadi Sasaran Eksodus Pengguna Twitter, Apa Itu?

Aprianto Cahyo Nugroho
Rabu, 9 November 2022 | 13:28 WIB
Platform media sosial Mastodon/Bloomberg
Platform media sosial Mastodon/Bloomberg
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah pengguna Twitter berbondong mencari platform media sosial alternatif setelah platform berlogo burung biru tersebut diakuisisi oleh elon Musk. Mastodon adalah salah satu media yang menjadi sasaran eksodus tersebut.

Dilansir dari Time pada Rabu (9/11/2022), pendiri Mastodon Eugen Rochko mengatakan platlform ini mencatat 120.000 pengguna baru dalam empat hari setelah Elon Musk mengakuisisi Twitter. Banyak dari mereka adalah pengguna Twitter yang mencari tempat baru.

Pada Senin (7/11), Rochko mengatakan di akun Mastodon-nya bahwa pengguna aktif bulanan mencapai 1.028.362 akun, dengan server baru bertambah 1.124 sedangkan pengguna baru mencapai 489.003 sejak 27 Oktober 2022.

Para pengguna tersebut mengikuti jejak Rochko yang mulai mengembangkan Mastodon pada 2016 setelah kecewa dengan Twitter. Mastodon sendiri merupakan situs microblogging terdesentralisasi yang mengambil nama dari jenis mamut yang telah punah.

“Saya berpikir bahwa dapat mengekspresikan diri saya secara online kepada teman-teman saya melalui pesan singkat sangat penting bagi saya, penting juga bagi dunia, dan mungkin itu tidak boleh berada di tangan satu perusahaan saja,” kata Rochko.

Salah satu alasan Rochko mendirikan Mastodon terkait dengan perasaan tidak percaya terhadap kontrol konten yang dilakukan Twitter.

Mastodon pada dasarnya sangat mirip dengan Twitter. Perbedaan utama terletak pada desentralisasi. Mastodon bukan satu platform yang kohesif, tetapi sebenarnya kumpulan server yang berbeda yang dijalankan secara independen dan didanai sendiri.

Pengguna di server yang berbeda masih dapat berkomunikasi satu sama lain, tetapi siapa pun dapat membangun server dan menetapkan aturan sendiri untuk diskusi. Mastodon mendapat pendanaan dari crowdfunding.

Platform ini tidak memiliki hak untuk memaksa pemilik server melakukan apa pun, bahkan mematuhi standar moderasi konten dasar. Meskipun terlihat bebas, dalam praktiknya banyak server Mastodon memiliki aturan yang lebih ketat daripada Twitter.

Ketika server ujaran kebencian muncul, server lain dapat bersatu untuk memblokirnya, pada dasarnya mengucilkannya dari sebagian besar platform.

“Saya kira ini bisa disebut proses demokrasi,” kata Rochko.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper