Kala Kecepatan Internet di Desa Berpeluang Sama dengan Kota

Leo Dwi Jatmiko
Selasa, 8 November 2022 | 06:00 WIB
Ilustrasi jaringan internet 3G, 4G, dan 5G/freepik
Ilustrasi jaringan internet 3G, 4G, dan 5G/freepik
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Kualitas internet yang mumpuni berpeluang dihadirkan oleh operator seluler di desa-desa yang belum mendapat akses 4G.

Dibandingkan dengan di perkotaan, kepadatan penduduk di desa-desa non-3T jauh lebih longgar, sehingga para warga berpeluang mengakses internet dengan kecepatan yang lebih baik.

Adapun kualitas internet operator seluler sendiri terus mengalami peningkatan yang signifikan dalam 4 tahun terakhir. 

Menurut Opensignal, perusahaan independen yang menganalisis pengalaman pelanggan, PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), PT XL Axiata Tbk. dan PT Indosat Tbk. menjadi tiga operator yang secara konsisten mengalami peningkatan kualitas internet seiring dengan pembangunan infrastruktur telekomunikasi yang dilakukan ketiganya.

Pada Juli 2019 diketahui, menurut laporan Opensignal, rata-rata kecepatan unduh XL Axiata sebesar 7,4 Mbps. Rata-rata kecepatan unduh terus meningkat setiap tahunnya menjadi 9,3 Mbps (2020), 12,6 Mbps (2021) dan 18,7 Mbps (Juli 2022). Pada Juli tahun ini pula untuk kali pertama kecepatan unduh XL menjadi yang tertinggi, menggeser juara bertahan, Telkomsel.

Kenaikkan secara konsisten juga terjadi pada kecepatan rata-rata unggah. Rata-rata kecepatan unggah XL Axiata dalam 4 tahun terakhir versi Opensignal adalah 3,4 Mbps (2019), 4,9 Mbps (2020), 5,6 Mbps (2021) dan 6,7 Mbps ( Juli 2022).

Kecepatan unggah dan unduh yang tinggi, membuat pelanggan sangat nyaman dalam menonton dan mengunduh video streaming. XL juga menjadi juara di kategori pengalaman menonton video streaming untuk pertama kali.

Selain XL, Indosat juga mencatatkan pertumbuhan kecepatan unduh-unggah yang konsisten dalam 4 tahun terakhir. Untuk rata-rata kecepatan unduh, menurut Opensignal, adalah sebagai berikut 4,8 Mbps (2019), 8,4 Mbps (2020), 12,1 Mbps (2021) dan 14,1 Mbps (Juli 2022).

Sementara itu untuk rata-rata kecepatan unggah adalah sebagai berikut, 2,5 Mbps (2019), 4,4 Mbps (2020), 5,7 Mbps (2021) dan 7,2 Mbps (Juli 2022).

Adapun rata-rata kecepatan unduh Telkomsel dalam 4 tahun terakhir, menurut Opensignal, adalah sebagai berikut, 9,8 Mbps (2019), 13,1 Mbps (2020), 13,4 Mbps (2021) dan 16,3 Mbps (Juli 2022).

Untuk rata-rata kecepatan unggah yaitu, 3,7 Mbps (2019), 5,1 Mbps (2020), 6,8 Mbps (2021) dan 7,7 Mbps (Juli 2022).

Dengan kualitas internet baik ini, sejumlah pengamat telekomunikasi berharap dapat dihadirkan di desa-desa yang belum mendapat akses internet. Data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mencatat terdapat 3.435 desa non-3T yang belum mendapat akses internet.

Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Mastel Sigit Puspito Wigati Jarot mengatakan kualitas internet di perkotaan dan di pedesaan nantinya bisa jadi sama, atau bahkan lebih baik di desa-desa, karena di kota pengguna mobile seluler sudah padat, sementara itu di desa masih lebih sedikit. 

“Ini tergantung bagaimana pengaturan teknisnya. Namun secara regulasi, yang jelas ada beberapa standar kualitas layanan minimal yang harus dipenuhi,” kata Sigit kepada Bisnis.com, Sabtu (5/11/2022).

Senada, Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi menuturkan jika infrastruktur yang dibangun adalah khusus untuk 4G, seharusnya kecepatan internet di desa-desa yang belum tersentuh layanan data, akan merasakan kecepatan yang sama seperti di perkotaan. Terlebih, secara teknologi, yang digunakan adalah sama yaitu 4G.

“Kalaupun berbeda mungkin sedikit berbeda bilamana dibandingkan dengan kota-kota yang sudah 5G,” kata Heru.

Sementara itu, Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Yosef M. Edward memiliki pandangan lain.

Menurutnya, jika jaringan tulang punggung yang digunakan untuk menyalurkan 4G di desa-desa adalah satelit atau radio link, kecepatan yang diberikan akan lebih lambat dibandingkan dengan yang di perkotaan.

Penggunaan satelit atau radio sebagai jaringan tulang punggung berpotensi dilakukan operator karena secara geografis, desa-desa yang belum mendapat akses internet, sangat terjal. Alhasil, tidak memungkinkan digelar jaringan serat optik untuk tulang punggung seperti di perkotaan.

Rata-rata kecepatan internet yang diterima warga desa, bisa jadi tidak seindah yang dilaporkan Opensignal.

“Untuk desa-desa yang belum terjangkau backbone fiber optik tidak akan sama. Bandwidth fiber optik lebih besar [dari satelit] juga serat optik kemungkinan terkena interferensi adalah tidak ada dibandingkan dengan radio link atau vsat yang medianya udara,” kata Ian.

Rencana Operator

Sementara itu, Head External Communications XL Axiata Henry Wijayanto mengatakan perluasan dan peningkatan kualitas jaringan di berbagai wilayah di Indonesia selalu menjadi prioritas utama yang dilakukan XL Axiata sehingga dapat memberikan layanan data dan digital yang lebih baik bagi pelanggan dan masyarakat.

“Ke depan peningkatan dan perluasan jaringan 4G  serta jaringan 5G secara bertahap masih menjadi prioritas utama,” kata Henry.

Direktur and Chief Digital Transformation & Enterprise Business Officer XL Axiata Yessie D. Yosetya mengatakan perusahaan berkomitmen untuk terus berinvestasi dalam penggelaran jaringan, begitupun dengan fiberisasi atau penggelaran jaringan serat optik sehingga dapat memberikan kualitas internet yang lebih baik.

“Fiberisasi akan kami lanjutkan [tahun depan] karena itu merupakan pondasi pada saat jaringan 5G ketika spektrum frekuensi sudah ada. Dan investasi untuk memberikan pengalaman terbaik kepada pelanggan,” kata Yessie.

Untuk diketahui, XL Axiata terus memacu penggelaran jaringan hingga ke desa-desa yang belum mendapat akses 4G. Dari 861 desa terpencil yang belum mendapat akses 4G, sebanyak 572 atau 66,43 persen telah mendapat jaringan internet cepat XL Axiata.

XL Axiata akan terus memacu pembangunan jaringan di wilayah non-3T sebagaimana komitmen pembangunan yang disepakati.

Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyampaikan dari sekitar 12.548 desa yang belum mendapat akses internet, sebanyak 3.435 desa terletak di non-3T dan menjadi tanggung jawab operator seluler dalam menghadirkan infrastruktur 4G.

Sementara itu sekitar 9.113 desa menjadi tanggung jawab pemerintah melalui Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti), karena desa-desa tersebut berada di daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T).

Kemenkominfo telah membagi penggelaran jaringan 4G di desa-desa tersebut kepada 6 operator seluler yaitu PT Telekomunikasi Selular, PT Indosat Tbk. PT XL Axiata Tbk. PT Smartfren Telecom Tbk. PT Hutchison 3 Indonesia dan Sampoerna Telekomunikasi. Adapun Tri Indonesia dan Indosat telah melebur menjadi Indosat Ooredoo Hutchison.

Menurut data konsultan Badan Aksesibilitas  Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) yang diterima Bisnis.com pada 2020, dari total 3.435 desa, Indosat mendapat jatah pembangunan 4G di 645 desa non-3T, Tri Indonesia sebanyak 378 desa, XL Axiata sebanyak 861 desa, PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia sebanyak 10 desa dan Smartfren 50 desa. Sisanya, sekitar 1.491 desa menjadi tanggung jawab Telkomsel saat itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper