Bisnis.com, JAKARTA - Riset dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) mengungkapkan bahwa adopsi teknologi komputasi awan untuk sektor publik masih minim. Padahal, layanan teknologi komputasi awan (cloud) berkontribusi Rp35 triliun untuk perekonomian Indonesia.
Riset dari CSIS ini bertujuan memberikan gambaran tentang adopsi cloud di sektor publik Indonesia. CSIS melakukan riset menggunakan pendekatan metode campuran (mixed-method) yang meliputi pendekatan kuantitatif dan kualitatif.
Riset ini dilakukan dengan survei, focus group discussion (FGD), dan wawancara bersama personel IT serta pengambil keputusan di sektor publik. Riset berlokasi di lima provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, dan Gorontalo.
Baca Juga BTN Gandeng Google Cloud Indonesia |
---|
Hasil riset menunjukan bahwa hanya 30 persen dari 169 lembaga publik yang disurvei yang telah menggunakan layanan cloud. Sedangkan, sektor kesehatan atau rumah sakit menjadi sektor yang paling sedikit mengadopsi cloud, yakni 8,8 persen. Kemudian pemerintah daerah hanya 25 persen.
Riset juga menunjukan bahwa 40 persen organisasi publik berencana untuk menggunakannya di masa depan.
Padahal, adopsi cloud di lembaga publik diperkirakan dapat meningkatkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) negara sebesar 0,03 hingga 0,37 poin persentase atau setara dengan Rp35 triliun.
Cloud juga meningkatkan kesempatan kerja sebesar 0,02 hingga 0,08 poin persentase, atau menciptakan hingga 95 ribu lapangan kerja baru.
Adopsi cloud kemudian dapat menyebabkan penurunan Incremental Capital Output Ratio (ICOR) sekitar -0,1 hingga -1,23 poin persentase. Hal ini menyiratkan peningkatan efisiensi dalam perekonomian secara keseluruhan.
Selain itu, lembaga publik yang menggunakan cloud telah memperoleh berbagai manfaat seperti pengurangan biaya, peningkatan efisiensi dan produktivitas, kelincahan dan skalabilitas, serta ketahanan.
Lebih dari 27 persen dan hampir 10 persen lembaga publik yang menggunakan cloud menunjukkan bahwa lembaga mereka masing-masing mendapatkan penghematan biaya sekitar 0-10 persen dan 11-20 persen.
CSIS menunjukan bahwa adopsi cloud di sektor publik menghadapi beberapa hambatan dan tantangan serius. Misalnya, adanya mispersepsi mengenai risiko keamanan dan masalah privasi data. Kemudian, ada ketidakpastian peraturan dan dukungan hukum, sistem pengadaan di pemerintahan, hingga kurangnya keterampilan.
Kepala Departemen Ekonomi CSIS Fajar Hirawan mengatakan bahwa pemerintah Indonesia harus menciptakan lingkungan peraturan yang kondusif untuk adopsi cloud. “Untuk benar-benar memanfaatkan potensi cloud dalam meningkatkan layanan publik Indonesia,” katanya dalam siaran pers, Selasa (23/8/2022).
Menurutnya, pemerintah juga perlu meningkatkan pemahaman di antara pejabatnya tentang keamanan dan perlindungan data di cloud. “Kemudian, menerapkan mekanisme akuntabilitas data dan mengembangkan kerangka klasifikasi data, serta mencegah potensi konflik antara pemerintah pusat dan daerah,” ujar Fajar.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Asosiasi Cloud Computing Indonesia (ACCI) Fanky Christian mengatakan bahwa adopsi cloud di Indonesia juga terkendala minimnya talenta digital serta kepastian hukum dari Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP).
“Bila terjadi kebocoran data, talenta yang mengerti cloud computing tetap harus dikembangkan perusahaan. Kemudian, pastikan layanan cloud-nya terdaftar secara hukum di Indonesia, jelas nama badan hukumnya,” katanya.