Bisnis.com, JAKARTA – Beberapa platform e-commerce global mengumumkan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap beberapa karyawannya. Tak hanya itu, ada juga e-commerce yang menutup layanannya.
Shopify, platform e-commerce asal Kanada baru saja mengumumkan adanya PHK terhadap 10 persen karyawannya atau sekitar 1.000 karyawan.
Dilansir dari The Walls Street Journal dan New York Times, CEO Shopify Tobu Lutke mengatakan penyebab adanya PHK ini dikarenakan ekspansi perusahaan yang didorong oleh pandemi belum memberikan hasil yang signifikan.
Dia menambahkan adanya penurunan transaksi online yang lebih cepat daripada diperkirakan sehingga Shopify harus memangkas sejumlah posisi di perusahaan.
"Sebagian besar peran yang terpengaruh adalah dalam perekrutan, dukungan, dan penjualan, dengan fokus di seluruh perusahaan untuk menghilangkan peran yang terlalu terspesialisasi dan duplikat,” kata Lutke dalam sebuah pernyataan resminya.
Dia menjelaskan e-commerce yang sering disebut pesaing Amazon ini salah strategi dengan memperluas tenaga kerjanya saat belanja e-commerce berkembang pesat dengan pandemi COVID-19 dan mundurnya dari ritel fisik.
“Sekarang jelas bahwa strategi itu tidak membuahkan hasil. Apa yang kami lihat sekarang adalah campuran kembali ke perkiraan data pra-COVID yang seharusnya pada titik ini,” jelasnya
Adapun, belum lama ini salah satu e-commerce terkenal di Asia Tenggara baru saja melakukan PHK dan menutup layanan di pasar Spanyol.
Shopee dikabarkan memutuskan hubungan kerja beberapa karyawannya dalam layanan pengiriman makanan ShopeeFood dan pembayaran online tim ShopeePay di Asia Tenggara.
Shopee juga akan memangkas jumlah stafnya di Meksiko, Argentina dan Chili, serta tim lintas batas yang mendukung pasar Spanyol, menurut memo perusahaan yang dikutip dari CNA.
Presiden Grup Shopee Chris Feng mengatakan salah satu penyebab PHK ini diakibatkan ketidakpastian dalam ekonomi yang lebih luas. Perusahaan percaya bahwa adalah bijaksana untuk membuat penyesuaian yang sulit tetapi penting untuk meningkatkan efisiensi operasional Shopee dan memfokuskan sumber dayanya.
"Kebijakan ini untuk memastikan bahwa, sebagai sebuah bisnis, kami tetap berada di posisi terbaik untuk terus berkembang secara berkelanjutan dan, pada akhirnya, untuk menang," ujarnya
Feng menambahkan keputusan melakukan PHK dibuat untuk mengoptimalkan operasi perusahaan ini di segmen dan pasar tertentu.
Dia melanjutkan Shopee akan menutup uji coba tahap awal di Spanyol, setelah mengumumkan rencana untuk meluncurkan penjualan online di negara itu Oktober lalu.
Sebelumnya, platform e-commerce milik Sea Limited yang berbasis di Singapura menarik diri dari pasar ritel India pada Maret 2022, beberapa bulan setelah mulai beroperasi di sana. Itu adalah kemunduran kedua bulan itu setelah Shopee memutuskan keluar dari pasar Prancis.
Dalam memo tersebut, Feng mengatakan bisnis akan terus beroperasi seperti biasa di Shopee Meksiko, Argentina, Chili, serta ShopeeFood dan ShopeePay di Asia Tenggara.
Meskipun terjadi PHK di kawasan Asia Tenggara, Indonesia pun dipastikan tidak terdampak PHK tersebut. Direktur Eksekutif Shopee Indonesia Handhika Jahja mengatakan langkah penyesuaian yang diambil pada segmen dan pasar tertentu Shopee Global dipastikan tidak melibatkan Shopee Indonesia.
Hal ini dikarenakan Indonesia terus menunjukkan performa yang baik dan Indonesia tetap menjadi pasar prioritas. Shopee ingin terus mengembangkan bisnis di Tanah Air untuk membantu lebih banyak UMKM dan pengguna di Indonesia merasakan manfaat pertumbuhan ekonomi digital.
Kendati demikian, Indonesia ternyata tidak bisa menghindar dari badai PHK startup. Salah satu e-commerce yang harus memberhentikan karyawannya adalah JD.ID.
Director of General Management JD.ID Jenie Simon mengungkapkan bahwa keputusan memberhentikan sejumlah karyawan merupakan bagian dari restrukturisasi perusahaan.
"JD.ID juga melakukan pengambilan keputusan seperti tindakan restrukturisasi, yang mana didalamnya terdapat juga pengurangan jumlah karyawan,” jelas Jenie.
Dari penelusuran Bisnis, induk JD.ID, yakni JD.com Inc tengah menanggung beban cukup besar. CEO JD.com Xu Lei mengatakan bahwa penyebaran virus Corona di berbagai kota besar di China, yang berujung lockdown di Shanghai dan Beijing, menjadi penyebab utama kemunduran businesnya di Negeri Tirai Bambu itu.
Dikutip dari KrASIA, Xu mengatakan kepada analis dalam panggilan konferensi, wabah Covid tahun ini telah menyebabkan kerusakan yang lebih besar pada konsumen dan rantai pasokan daripada 2 tahun sebelumnya.
“Epidemi domestik bermanfaat bagi sektor e-commerce dalam dua tahun pertama, karena area yang terkena dampak kecil dan durasinya pendek, dan ada pergeseran yang jelas dari konsumsi offline ke online. Tapi kali ini telah menjadi pembunuh ganda [double killer] untuk perusahaan online dan offline,” kata Xu
JD.com pun harus memangkas staf untuk mengurangi biaya. Dilansir oleh Nikkei, seorang karyawan mengatakan bahwa sebagian besar departemen di JD.com memangkas jumlah karyawan sebesar 20%-40%.
Adapun, unit untuk pembelian kelompok komunitas, buku, dan kosmetik menderita pemotongan terbesar. Tidak hanya ini, JD.com pun terancam delisting dari bursa AS.
Komisi Sekuritas dan Bursa Amerika Serikat (SEC) telah menambahkan lebih dari 80 perusahaan ke daftar potensi penghapusan saham atau delisting emiten asal China. Dalam daftar tersebut terdapat nama-nama perusahaan termasuk JD.com Inc., Pinduoduo Inc., dan Bilibili Inc.