Bisnis.com, JAKARTA - Fenomena startup PHK karyawan dinilai menjadi salah satu upaya efisiensi untuk strategi bertahan hidup.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan perusahaan memutuskan mengambil kebijakan tersebut dikarenakan produknya kalah bersaing hingga bisnis kehilangan market share secara signifikan.
"Selain itu, mereka juga kesulitan mencari pendanaan baru akibat investor lebih selektif memilih startup," kata Bhima, Jumat (27/5/2022).
Hal tersebut, sambungnya, juga dipengaruhi faktor makro ekonomi global saat ini yang penuh ketidakpastian. Alhasil, investor menghindari pembelian saham startup yang persepsi risikonya tinggi.
Tak berhenti di situ, adanya kenaikan inflasi dan suku bunga di berbagai negara juga turut berdampak pada sektor tersebut. Budaya mencoba layanan aplikasi karena dorongan promo dan diskon harga juga disebut Bhima mulai berakhir.
"Pasar mulai jenuh dan hypersensitif terhadap promo dan diskon, jika aplikasi tidak berikan diskon maka user menurun drastis. Pandangan bahwa pasca pandemi user digital masih akan tinggi juga mulai terbantahkan. Pandemi memaksa masyarakat untuk go digital, tetapi ketika mobilitas dilonggarkan banyak yang gunakan kesempatan untuk belanja di toko fisik," imbuh Bhima.
Lebih lanjut dia menilai musim dingin di saham-saham startup ini diperkirakan masih berjalan cukup lama. Maka dari itu, para founder dan CEO harus mempersiapkan diri dari yang terburuk. Terlebih, beberapa startup yang merugi hanya mengandalkan pendanaan baru.
Kendati begitu, dia meyakini startup yang benar-benar melakukan inovasi dan memiliki value dan visi jangka panjang akan selamat dari koreksi. Bhima mencontohkan, Amazon dan E-bay akhirnya berhasil keluar dari Dotcom bubble 2001 dan jadi dominan dipasar e-commerce sampai saat ini.
"Startup harus lakukan berbagai perombakan strategi jika ingin survive. Perlu evaluasi ulang target pasar, ubah bisnis model apabila tidak memiliki prospek pasar yang kompetitif," tambah Bhima.