Industri Manufaktur Disebut Rentan Kejahatan Siber, Inaplas: Masih Bisa Diantisipasi

Rahmi Yati
Kamis, 10 Maret 2022 | 23:27 WIB
Ilustrasi kejahatan siber/Reuters-Dado Ruvic
Ilustrasi kejahatan siber/Reuters-Dado Ruvic
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Industri Aromatik, Olefin & Plastik Indonesia (Inaplas) menilai industrinya masih bisa mengantisipasi segala bentuk indikasi kejahatan siber.

Sekretaris Jenderal Inaplas Fajar Budiono tidak menampik bila industri manufaktur kerap kali nyaris mengalami peretasan data oleh penjahat siber. Namun begitu, manajemen tetap mengutamakan kehati-hatian terutama menyangkut data-data vital perusahaan.

"Kita sudah antisipasi dari awal 2021 itu beberapa kali kita ada indikasi serangan siber jadi mereka menargetkan memang sistem kami yang rentan sekali terhadap serangan siber. Kemarin kita beberapa kali sempat mau masuk [peretas] tapi kita bisa antisipasi," ujarnya, Kamis (10/3/2022).

Menurut Fajar, seberapa kuat sistem keamanan data itu bergantung pada masing-masing perusahaan. Namun untuk Inaplas sendiri, sudah menerapkan sistem standar keamanan yang berlapis.

Anggotanya, lanjut Fajar, juga disiplin menggunakan perangkat lunak sistem yang resmi dan bukan bajakan.

"Kemudian kita terkait email, spam, pesan WhatsApp, itu kita ketat sekali. Jadi kalau kita nggak kenal sama sekali kita jarang buka. Memang mau nggak mau kita tambah kerjaan tapi kita harus tetap hati-hati," ucapnya.

Lebih lanjut dia menyebut, industri manufaktur di Tanah Air juga belum sepenuhnya online atau digital. Misalnya Inaplas, dia mengaku perusahaan masih membatasi mesin yang akan diintegrasikan dengan digital.

Pun bila ada mesin baru yang harus online, sambung Fajar, perusahaan hanya akan mengaktifkannya pada saat-saat tertentu khususnya saat maintenance.

"Dibanding negara lain kita masih banyak peralatan yang belum online lah. Kita masih bisa antisipasi. Kalaupun ada beberapa yang online bersama vendor kita di luar, itu biasanya sudah berlapis keamanannya. Jadi untuk proses produksi kelihatan kita masih cukup confidence tapi tetap hati-hati," imbuhnya.

Sebelumnya, laporan terbaru dari IBM Security X-Force Intelligence Index menyebutkan bahwa industri manufaktur menjadi industri yang paling ditargetkan oleh para penjahat siber secara global.

Meskipun phishing adalah penyebab paling umum dari serangan siber dalam satu tahun terakhir, IBM Security X-Force mengamati adanya peningkatan serangan siber sebesar 33 persen yang disebabkan oleh eksploitasi kerentanan perangkat lunak yang merupakan titik masuk paling diandalkan oleh pelaku ransomware selama 2021.

Sementara di Asia, industri manufaktur mengalami serangan siber sebesar 29 persen, menduduki peringkat kedua industri yang ditargetkan pelaku. Berbeda dengan global, industri keuangan dan asuransi menjadi industri yang paling ditargetkan di Asia dengan serangan sebanyak 30 persen.

Menurut IBM, industri manufaktur mengalami serangan ransomware terbanyak yakni 23 persen pada 2021. Perusahaan mengatakan para pelaku ransomware berusaha untuk "meretakkan" tulang punggung rantai pasokan global dengan serangan terhadap manufaktur.

"Ransomware ini sifatnya bisa menghancurkan dan me-lockdown atau mengunci data yang kita miliki, bahkan menghilangkan jejak, menghilangkan data kemudian sifatnya juga balik lagi ke dalam sistem IT sehingga menghancurkan infrastruktur yang sudah disiapkan dengan baik," kata President Director and Technology Leader IBM Indonesia Cin Cin Go dalam siaran pers dikutip Kamis (10/3/2022).

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Rahmi Yati
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper