IDIEC: Startup Lokal Tempat Berlindung Pemain Global

Leo Dwi Jatmiko
Senin, 11 Oktober 2021 | 15:26 WIB
Ilustrasi/Istimewa
Ilustrasi/Istimewa
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Klaim kemenangan startup lokal atas startup global pada beberapa tahun lalu dinilai sebagai kemenangan semu. Banjir pendanaan asing yang diterima startup lokal menandakan bahwa startup lokal bergantung pada asing.

Ketua Umum Indonesian Digital Empowering Community (IDIEC) M. Tesar Sandikapura mengatakan pengertian perusahaan rintisan lokal tidak cukup sebatas perusahaan tersebut dibangun di Indonesia. Perlu ditelusuri juga pendanaan yang berada di perusahaan rintisan lokal tersebut.

Dia berpendapat perusahaan rintisan lokal yang banyak menerima pendanaan dari investor asing, tidak bisa disebut sebagai perusahaan rintisan lokal. Perusahaan rintisan tersebut membawa visi misi investor asing dan dana yang dikelola, juga akan lari ke luar negeri.

“Kalau asal dibangun di Indonesia masuk kategori startup lokal, semua investor asing akan senang dan bersembunyi di balik mereka,” kata Tesar, Senin (11/10/2021).

Tesar berpendapat seharusnya perusahaan rintisan lokal adalah perusahaan rintisan yang mayoritas kepemilikannya adalah lokal. Begitupun dengan jajaran direksi, harus dikuasai oleh sumber daya dalam negeri.

“Pendanaan tidak apa selama dia tidak menjadi pemilik. Persoalannya saat ini mereka menjadi pemilik,” kata Tesar.

Tesar mencontohkan kepemilikan di dalam PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (AKAB). Dominasi asing di perusahaan unikorn tersebut, kata Tesar, sangat kental.

Sekadar informasi, berdasarkan data kepemilikan saham AKAB pada Mei 2021, BUMN asal SIngapura Temasek Holdings menguasai 9,02 persen saham AKAB. Google menguasai 7,73 persen, KKR Go Investment menguasai 5,41 persen, Taobao China menguasai 4,12 persen London Residential menguasai 4,08 persen, Tencent menguasai 3,72 persen dan Golden Signal Limited 3,69 persen.

“Seharusnya OJK melihat hal itu, bahwa kepemilikan saham asing di perusahaan rintisan tidak boleh lebih dari berapa persen, perbankan ada seperti itu,” kata Tesar.

Sebelumnya, Direktur Digital Business Telkom Muhammad Fajrin Rasyid mengatakan perusahaan rintisan atau startup lokal adalah juara di pasar domestik. Dalam beberapa kasus, mereka mampu memukul pemain asing kembali ke negara asalnya.

“Seperti Gojek yang menjadi leader dan memaksa Uber tidak lagi beroperasi di Indonesia. Kemudian Tokopedia, Bukalapak dan lain sebagainya yang memaksa Rakuten untuk berhenti beroperasi,” kata Fajrin dalam Webinar Keberadaan Nilai Kearifan Lokal dalam Pusaran Digital beberapa waktu lalu.

Selain itu, sambungnya, layanan pesan antar makanan GoFood dan GrabFood juga berhasil memaksa Foodpanda berhenti beroperasi di Indonesia.

Dia mengatakan salah satu kunci perusahaan dalam negeri dapat bersaing dengan pemain global adalah kearifan lokal yang dimiliki oleh perusahaan rintisan dalam negeri. Perusahaan dalam negeri terus berupaya memahami kondisi pasar domestik dengan lebih baik lagi.

“Saya ingat ketika Gojek pertama kali ada, itu langsung menggunakan sistem pembayaran cash dan Uber saat awal sekali beroperasi di indonesia tidak memiliki itu, harus menggunakan kartu kredit” kata Fajrin.

Dia mengatakan ekonomi digital Indonesia belum mencapai puncak. Hingga 2025, ekonomi digital Indonesia diproyeksikan masih akan tumbuh tiga kali lipat dibandingkan dengan 2020 menjadi Rp1.760 triliun.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper