Bisnis.com, JAKARTA – Salah satu proyek pembangunan infrastruktur digital dan telekomunikasi di Indonesia, Satelit Multifungsi Satelit Indonesia Raya (Satria-1), ditargetkan untuk rampung dan siap beroperasi pada akhir 2023.
Pembangunan satelit tersebut dilakukan melalui skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) atau Public Private Partnership (PPP) antara pemerintah RI, PT Satelit Nusantara Tiga (PSNT), dan didanai sebagian oleh investor asing.
Salah satu investor luar negeri untuk proyek ini adalah Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) yang mengucurkan pinjaman sebesar US$150 juta, atau setara dengan Rp2,1 triliun. Adapun, capital expenditure dari proyek ini adalah US$545 juta atau setara dengan Rp7,68 triliun.
Chief Executive Officer (CEO) PSNT Adi Rahman Adiwoso mengatakan hingga kini proyek satelit yang dapat menjangkau sekitar 150.000 titik layanan publik di Indonesia itu, sudah mencapai 35 persen tahap konstruksi, per 12 Agustus 2021.
“Sebelum pertemuan ini, kami sudah melakukan pertemuan mingguan, untuk mengetahui progres dari proyek satelit ini. Seluruh pembangunan sistemnya ini [sudah] 30-35 persen atau sepertiga. Sudah banyak hardware yang sudah terbentuk,” tutur Adi pada Media Round Table: Menilik Pentingnya Konektivitas – Infrastructure for Tomorrow (i4t) secara virtual, Kamis (12/8/2021).
Di sisi lain, Adi menyampaikan beberapa tantangan yang dihadapi dalam pembangunan satelit ini. Pertama, akuisisi lahan, salah satunya di Pontianak yang ternyata banyak digunakan sebagai tanah gambut. Kedua, ketersediaan chip dan server.
Adi mengatakan pembangunan satelit ini melibatkan banyak stakeholder dari berbagai negara. Misalnya penyediaan satelit dari Thales Group asal Prancis, peluncur roket dari SpaceX asal Amerika Serikat (AS), dan berbagai komponen dari wilayah lain seperti Beijing dan Washington DC.