RUU PDP Jalan di Tempat, Apa Kabar Keamanan Data Indonesia?

Akbar Evandio
Jumat, 11 Juni 2021 | 07:33 WIB
Ilustrasi/youtube
Ilustrasi/youtube
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Keamanan siber dinilai belum menjadi budaya birokrasi di Tanah Air sehingga menjadi alasan serangan siber seringkali dianggap angin lalu oleh banyak pihak.

Chairman Lembaga Communication dan Information System Research Center (CISSRec) Pratama Persadha mengatakan sejak kabinet pertama berjalan, Presiden Jokowi selalu menekankan pentingnya e-Governance yang artinya kemudahan akses digital harus diikuti oleh penguatan sistem keamanan sibernya.

“Jika melihat dari skor NCSI [National Cyber Security Index] yang dikeluarkan oleh Estonia, peringkat Indonesia turun dari nomor 72 ke 77. Salah satu penyebabnya adalah pada regulasi UU yang masih sangat kurang,” katanya, Kamis (10/6/2021).

Dia mengatakan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) dan UU Ketahanan Keamanan Siber yang masih jalan di tempat menjadi bukti bahwa isu tersebut belum menjadi kebutuhan mendesak. Padahal, kedua UU tersebut berfungsi sebagai payung hukum dalam mengamankan data siber di Tanah Air.

“Kita belum bisa memaksa para penyelenggara sistem transaksi elektronik atau pengendali data pribadi untuk membangun sistem yang tinggi standar keamanannya, mengingat belum ada UU PDP sehingga setiap peretasan dan kebocoran, tidak bisa dimintai pertanggungjawaban,” ujarnya.

Dia melanjutkan langkah efektif saat ini bagi lembaga negara yaitu salah satunya dengan mengaplikasikan program pengamanan pada sistem informasinya dengan baik. Mulai dari secara berkala melakukan penetration test dan peningkatan SDM dan teknologi.

“Dari sisi teknologi dan SDM kita bisa, tinggal sekarang mau atau tidak negara melahirkan regulasi yang mendorong penguatan infrastruktur siber, salah satunya adalah Pusat Data Nasional. Bila pusat data nasional berjalan baik, pastinya akan menjadi stimulus bagi swasta berbagai sektor untuk melakukan pengembangan usaha berbasis digital, pun sekarang digitalisasi terpaksa dilakukan secara cepat karena pandemi,” katanya.

Menurut, bila ditarik pada janji politik Presiden Joko Widodo tentang e-Governance, maka pusat data nasional ini menjadi tulang punggung dan infrastruktur penting penyangganya, selain sumber daya manusia (SDM) dan teknologi pengaman lainnya.

“Bahkan, kita tidak perlu mendirikan lagi pusat transparansi keamanan siber karena sebenarnya di Indonesia sudah memiliki Badan Siber dan Sandi Negara [BSSN], salah satu tugasnya memang membangun ekosistem bersama komunitas keamanan siber,” katanya.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad pun meminta Komisi I DPR segera menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi.

Menurutnya, kehadiran undang-undang tersebut makin mendesak lantaran serangan siber yang terus terjadi beberapa tahun ke belakang. Teranyar adalah 297 juta data kependudukan yang bocor.

"Kami akan meminta Komisi I DPR untuk segera menyelesaikan [RUU PDP] secepat mungkin. Bila perlu ketika waktu reses, kami minta untuk mengerjakan pembahasannya," ujarnya.

Dia menambahkan pembahasan RUU PDP sudah dua kali mengalami perpanjangan waktu dan dirinya juga mengukur muatan materi dan lama waktu pengerjaan yang kesimpulannya sudah mencapai target.

Menurutnya, dalam agenda rapat Badan Musyawarah (Bamus) terdekat yang akan segera dilaksanakan pada minggu depan akan kembali dilakukan pembahasan RUU PDP.

"Kemungkinan besar dalam Bamus terdekat [kami] akan meminta Komisi I DPR untuk segera menyelesaikan pembahasan RUU PDP," katanya.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper