Bisnis.com, JAKARTA – PT Visi Media Asia Tbk. (VIVA) masih mengkaji hasil penetapan pemenang penyelenggara multipleksing siaran televisi digital di 22 provinsi.
Sempat mengajukan sanggahan melalui anak usahanya, yaitu ANTV, Viva belum dapat mengambil sikap terkait dengan langkah selanjutnya yang akan ditempuh.
Direktur Visi Media Asia Neil Tobing mengatakan perseroan masih mengkaji dan mengevaluasi hasil putusan Kemenkominfo mengenai penetapan pemenang multipleksing siaran digital di 22 provinsi pada hari ini.
Viva merasa proposal yang diberikan kepada panitia seleksi - melalui anak usahanya yaitu ANTV dan TvOne - cukup bagus dan layak untuk menang, sehingga hasil penetapan pemenang multipleksing yang ditetapkan hari ini akan dikaji kembali secara internal.
“Kami dibahas secara internal,” kata Neil kepada Bisnis.com, Senin (3/5/2021).
Neil mengatakan belum dapat bercerita banyak mengenai langkah selanjutnya yang akan diambil.
Baca Juga Ini Total Pendapatan Telkomsel pada 2020 |
---|
Sekedar informasi, ANTV merupakan satu dari lima lembaga penyiaran swasta yang mengajukan sanggahan atas penetapan pemenang multipleksing pada 26 April 2021.
ANTV bersama dengan PT Trans Media Corpora -Trans TV dan Trans7 -, PT Surya Citra Media Tbk. (SCTV) dan PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI)mengajukan sanggahan.
Sementara itu, PT Media Televisi Indonesia (Metro TV) dan PT Nusantara Media Mandiri (NTV), PT Indosiar Visual Mandiri (Indosiar) dan PT Lativi Media Karya (TvOne) tidak mengajukan sanggahan.
Adapun mengenai nilai investasi yang digelontorkan untuk membangun infrastruktur multipleksing saja, kata Neil, nilainya sekitar Rp2-5 miliar per wilayah untuk infrastruktur multipleksing saja. Kemudian untuk membangun menara, perizinan, lahan dan lain sebagainya diperkirakan habis sekitar Rp30 miliar.
Jika LPS tidak mendapat jatah di suatu wilayah, maka investasi yang telah terbangun itu kemungkinan bakal terbengkalai.
“Jadi untuk di kota-kota Nielsen karena investasinya sudah besar, seharusnya masing-masing tv jadi penyelenggara mux, tinggal nanti diwajibkan untuk disewakan kepada siapa,” kata Neil.
Adapun untuk ongkos operasional seperti listrik, air, membayar pegawai dan lain sebagainya, ujar Neil, diperkirakan sekitar Rp100 juta per bulan
Untuk pendapatan sewa mux, sebagai contoh kata Neil, jika 1 mux menampung 8 LPS, di mana masing-masing LPS menyewa dengan harga Rp15 juta per bulan, maka setiap bulan dana yang masuk sekitar Rp120 juta. Artinya keuntungan yang diperoleh untuk satu titik sekitar Rp20 juta per bulan untuk pengembalian investasi.
“Maka kami berhitung paling cepat investasi itu baru balik sekitar 5-7 tahun,” kata Neil.