Bisnis.com, JAKARTA – Southeast Asia Freedom of Expression Network menilai keberadaan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) No 5/2020 tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik Lingkup Privat memiliki kewenangan yang berlebih dari hulu sampai hilir
Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) Damar Juniarto mengatakan di tengah pengaturan yang begitu longgar akan sangat mudah atau rentan disalahgunakan, maka regulasi tersebut patut dikritisi karena berkaitan dengan kepentingan publik.
“Ada potensi tak terhindarkan bahwa kekhawatiran Permenkominfo No. 5/2020 akan disalahgunakan untuk membungkam kelompok yang mengkritik pemerintah,” katanya lewat diskusi virtual, Rabu (28/4/2021).
Dia melanjutkan, secara arsitektur kelembagaan, memang belum ada lembaga atau badan independen yang dilibatkan, misalnya kemungkinan menjajaki mandat atau wewenang seperti pengadilan dalam mekanisme pemutusan akses. Alhasil, pengawasan dan pengujiannya menjadi lebih terbatas intervensi kekuasaan yang memiliki konflik kepentingan.
Dalam aturan ini, setiap penyelenggara sistem elektronik (PSE) diwajibkan mendaftarkan diri ke Kemenkominfo agar mendapat sertifikat. Jika tidak mendaftarkan diri, maka Kominfo bakal memblokir PSE tersebut.
Sekadar catatan, peraturan ini berlaku 6 bulan sejak Permenkominfo No 5/2020 ini diundangkan, yaitu sejak 24 November 2020, atau akan aktif pada Mei mendatang.
Damar pun menilai bahwa pengaturan seperti ini membuat Indonesia lebih represif dari banyak negara lainnya.
"Di hulu maksudnya kalau tidak daftar maka diblokir, sementara di hilir, kalau ada konten yang dianggap menyebarkan kecemasan di masyarakat maka bisa dilaporkan untuk diblokir," katanya.
Menurutnya, salah satu definisi konten negatif yang tertuang dalam regulasi tersebut seperti definisi 'meresahkan masyarakat' dapat dikatakan tidak jelas ukuran ataupun standarnya. Begitu juga yang mengenai siapa yang punya wewenang untuk menentukan standar tersebut.
Dia mengatakan, atas dasar tersebut SAFEnet memberikan rekomendasi agar pemerintah, khususnya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menata legislasi dan regulasi bila ketentuan pokok dan mendasarnya belum cukup tunggal dan utuh mengatur, sebagaimana dikaitkan dengan rencana atas Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi.
“Aturan saat ini masih tersebar luas, dan tidak begitu jelas dipahami lingkup tanggung jawabnya. Artinya memerlukan penataan yang lebih komprehensif dan protektif,” katanya.
Selain itu, dia melanjutkan pemerintah perlu pula memastikan perlindungan hak privasi atau pribadi, termasuk dalam lingkup PSE privat, sehingga aturan yang terintegral terkait undang-undang yang mengatur perlindungan data pribadi dapat menjadi induk pengaturan.
“Perlu pula memastikan keterlibatan publik dalam pengembangan kebijakan atau pembentukan hukum peraturan perundang-undangan terkait, meskipun produk hukum itu bagian dari wewenang pilar eksekutif,” tuturnya.