Bisnis.com, JAKARTA — Badan Perlindungan Konsumen Nasional menilai Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 5/2020 merupakan salah satu regulasi yang tepat untuk menjaga ranah siber.
Ketua Komisi Pengkajian dan Pengembangan BPKN Arief Safari mengatakan bahwa secara umum, permenkominfo tersebut bertanggung jawab atas pengelolaan sistem elektronik, beserta pengelolaan informasi atau dokumen secara andal, aman, dan bertanggung jawab.
“Perlu dicatat bahwa dapat dilakukan pemblokiran akses ke sistem elektroniknya untuk PSE [penyelenggara sistem elektronik] privat jika sistem tersebut memuat dan/atau memfasilitasi penyebaran informasi atau dokumen elektronik yang dilarang,” ujar Arief, Rabu (28/4/2021).
Lebih lanjut, dia menilai ketika akan mengakses sebuah website, pengguna diharuskan untuk mengisi atau mendaftarkan diri dengan data pribadi kita seperti nama, tempat tanggal lahir, nomor telepon, dan website sudah mengetahui IP pengguna.
Oleh sebab itu, dengan banyaknya website yang mengharuskan pendaftaran data pribadi maka tidak jarang data pengguna tersebar di ranah publik karena keamanan website belum dapat dikatakan baik.
“Menurut saya dengan keadaan tersebut, perlunya data pribadi untuk dilindungi dan hak atas privasi masing-masing orang harus ditegaskan sehingga rancangan UU Perlindungan Data Pribadi menjadi sebuah urgensi untuk lebih memastikan data pribadi masyarakat Indonesia terhadap privasi dan perlindungannya,” tuturnya.
Penyebabnya, kata Arief, UU ITE masih sangat tidak signifikan dalam mengatur penggunaan data pribadi karena pasal yang ada dalam UU ITE hanya merupakan ketentuan umum dan tidak menjelaskan berbagai isu yang banyak dibicarakan di masyarakat.
Menurutnya, PSE di lingkup privat dapat memenuhi kewajiban dalam memastikan bahwa sistem elektronik tidak memuat informasi atau dokumen yang dilarang dan memastikan sistem tidak memfasilitasi penyebarluasan informasi atau dokumen yang dilarang,” ujarnya.
Selain itu, dia mengatakan Permen 5/2020 juga menetapkan klasifikasi terkait informasi dan/atau dokumen elektronik yang dilarang, seperti informasi melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, dokumen yang meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum, dan memberitahukan cara atau menyediakan akses terhadap informasi elektronik yang dilarang.
“Klasifikasi informasi atau dokumen yang dilarang ini sifatnya lebih umum dan memiliki cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan yang ditetapkan dalam Permen 19/2014 tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif, yang hanya mengklasifikasi pornografi dan kegiatan ilegal yang mengandung informasi atau dokumen elektronik yang dilarang,” katanya.