Bisnis.com, JAKARTA - Cheollian Satellite 2B, satelit observasi iklim Korea Selatan mulai memberikan gambar real-time kualitas udara di Asia pada Senin (22/3/2021) berdasarkan delapan tingkat konsentrasi yang berbeda dari sumber polusi dan partikulat lainnya.
Satelit tersebut mampu untuk memantau pergerakan dan tingkat konsentrasi nitrogen dioksida, aerosol, ozon, curah hujan, tiga ultraviolet indeks terkait dengan sinar dan sulfur dioksida. Gambar dari pembacaan satelit tersedia di situs Pusat Satelit Lingkungan, bagian dari Institut Riset Lingkungan Nasional (NIER).
Melansir The Korea Times pada Senin (22/3/2021), Cheollian Satellite 2B melayang di sekitar 36.000 kilometer di atas bumi, memindai kualitas udara di Asia selama 30 menit setiap jam mulai pukul 8:45 pagi. Satelit memindai kualitas udara kawasan itu delapan kali sehari.
Data dari satelit tersebut akan merepresentasikan kualitas udara di permukaan dan di seluruh stratosfer hingga 50 kilometer di atas permukaan bumi. Itu sebabnya, menurut Kementerian Lingkungan Hidup Korea Selatan, pembacaan satelit tidak bisa persis sama dengan pembacaan pada sumber polusi udara seperti PM10 (partikel dengan ketebalan 10 mikrometer atau kurang) atau PM2.5 oleh perangkat pemindai di darat.
Namun, pihak berwenang mengatakan satelit akan sangat berkontribusi untuk memahami bagaimana aerosol dan partikel udara lainnya tersebar dan terkonsentrasi secara ekstensif.
Satelit tersebut telah membuktikan keefektifannya dalam membaca tingkat nitrogen dioksida melalui gambar yang diambilnya pada bulan Februari 2021.
Bahan kimia tersebut biasanya menghirup udara dari emisi mobil dan pembangkit listrik tenaga batu bara dan merusak organ pernapasan manusia. Nitrogen dioksida bereaksi dengan bahan kimia lain di udara untuk membentuk ozon.
Pembacaan kadar sulfur dioksida Cheollian juga diharapkan dapat membantu memantau dampak bencana alam di seluruh Asia, seperti letusan gunung berapi dan kebakaran hutan.
Pada pukul 11 pagi pada 10 Maret 2021, satelit mendeteksi konsentrasi sulfur dioksida yang tinggi setelah Sakurajima, sebuah gunung berapi Jepang, meletus di Prefektur Kagoshima Kyushu. Satu jam kemudian, satelit mendeteksi di China daerah konsentrasi tinggi kimiawi lain yang melayang ke timur dari Gunung Etna di Italia tempat gunung berapi meletus sebelumnya.
NIER berencana untuk meningkatkan Cheollian sehingga dapat mendeteksi formaldehyde, dan glyoxal, atau senyawa organik yang mudah menguap yang diketahui merupakan polutan yang memperburuk dampak pengurangan ozon, kabut fotokimia dan perubahan iklim secara umum.