Bisnis.com, JAKARTA - Digitalisasi hampir merambah semua lini telah merontokkan berbagai bisnis konvensional, hingga merenggut lapangan kerja tradisional. Badai tersebut belum reda.
Berbagai profesi tengah terancam akibat kesinambungan kemajuan teknologi informasi hingga saat penggunaan robot sampai kecerdasan buatan. Proses digitalisasi itupun datang lebih dahsyat manakala saat ini masyarakat menghadapi pandemi Covid-19, membatasi interaksi fisik, dan mengurangi mobilitas. Ruang digital pun menjadi semakin penting.
Situasi demikian telah sangat disadari Presiden Joko Widodo. Dalam sebuah pidato akhir tahun lalu, presiden kembali mengungkapkan bahwa bangsa ini harus segera mengejar ketertinggalan dalam perlombaan era digital.
Baca Juga Oase SDM Digital yang Unggul |
---|
Digitalisasi diyakini sebagai kiblat kehidupan baik sosial maupun ekonomi untuk saat ini dan juga nanti. Salah satu upaya mengejar ketertinggalan dalam bidang digital, yaitu membangun sumber daya manusia (SDM) yang tak hanya “melek”, namun juga terampil dan ahli.
Pembangunan SDM digital, sebut Presiden Joko Widodo, adalah kunci. “Sehingga [kita] mampu menutupi kebutuhan 9 juta talenta digital nasional hingga tahun 2035, untuk memenuhi target 9 juta talenta digital nasional tersebut. Tidak bisa hanya dikerjakan oleh pemerintah, tapi harus dilakukan bersama,” kata Jokowi.
Pengembangan SDM digital itupun kian mendesak saat seluruh dunia saat ini menghadapi pandemi, badai susulan setelah gelombang tsunami disrupsi digital. Namun, menurut Presiden, justru saat semua pihak membuka mata akan vitalnya dunia digital, maka waktunya bagi negeri ini mengejar segala ketertinggalan.
"Ini adalah kesempatan untuk mengejar ketertinggalan kita di saat banyak negara maju mengalami kemunduran. kesempatan untuk membenahi berbagai kelemahan fundamental, kesempatan untuk mengeksekusi strategi besar kita,” katanya.
Salah satu program unggulan yang diapresiasi Presiden karena berperan memperkuat pondasi kemajuan digital, yaitu Digital Talent Scholarship (DTS). Program tersebut merupakan gagasan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang telah bergulir sejak 2018.
Baca Juga Menggapai Asa Melalui DTS |
---|
Tanpa akselerasi guna menyiapkan infrastruktur digital, maka pasar digital Indonesia yang cukup besar tidak akan memberikan nilai lebih signifikan bagi perekonomian nasional. “Pertumbuhan pasar tersebut cukup pesat setiap tahunnya,” ungkap Presiden.
POTENSI VS REALISASI
Pasar digital Indonesia terus merangkak naik. Terlebih lagi selama pandemi yang melecut aktivitas serba digital. Bahkan, terdapat perkiraan dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin), potensi ekonomi digital pada 2025 akan mencapai US$124 miliar.
Sebab itu, proses digitalisasi pun kian mewabah. Seluruh sektor, baik bersifat bisnis, sosial, hingga pelayanan publik mengejar transformasi digital.
Seperti diungkapkan Asosiasi Modal Ventura Seluruh Indonesia (Amvesindo), sepanjang tahun lalu, transformasi digital terdorong sangat masif. Hal itu membuktikan bahwa transformasi digital sudah masuk sebagai kebutuhan pokok dari industri.
Bendahara Asosiasi Modal Ventura Seluruh Indonesia (Amvesindo) Edward Ismawan Chamdani mengatakan digitalisasi telah menjadi kebutuhan primer, khususnya di beberapa sektor seperti edukasi, komunikasi dan bekerja jarak jauh (remote).
“Percepatan dari berbagai lini membuat hampir seluruh masyarakat dipaksa untuk melek teknologi dan mampu menggunakannya dengan fasih. Hal ini tentunya memberikan dampak amplifikasi dari terbuka nya peluang keterbiasaan ini bagi masyarakat dalam mengakses layanan digital lainnya,” katanya.
Hal senada diungkapkan Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi. Dia memprediksi pandemi covid-19 membuat potensi ekonomi digital bisa lebih besar daripada US$124 miliar pada 2025.
“Proyeksi baru yang kami lakukan, bisa mencapai US$200 miliar pada 2025. Pandemi yang membuat sebenarnya terlihat potensi peningkatan ekonomi digital,” katanya.
Dia memerinci bahwa pengguna ponsel pada 2025 bisa mencapai angka 450 juta, hal ini karena rata-rata orang Indonesia akan memiliki 2 ponsel. Bersamaan dengan itu, sebanyak 250 juta orang akan menjadi pengakses internet, karena kebutuhan digital telah merambah hingga ke lapisan masyarakat paling bawah.
Dua syarat utama mengakselerasi terciptanya masyarakat digital, yakni penyediaan infrastruktur serta meningkatkan kapabilitas masyarakat dalam memanfaatkan teknologi informasi. Untuk infrastruktur, khususnya percepatan infrastruktur broadband dimana 12.500 desa masih terkendala internet cepat.
“Diharapkan kita bisa menyediakan 100 Mbps di seluruh penjuru Nusantara hingga akhir 2023. Ketiga, masyarakat dilibatkan dalam transformasi digital. SDM Indonesia harus menjadi SDM unggul dengan edukasi perkembangan terkini teknologi digital dan akselerasi industri 4.0,” katanya.
Sedangkan dari sisi lainnya, masyarakat harus diberdayakan bukan hanya obyek tetapi juga subyek ekonomi digital dengan pengembangan ekonomi kreatif, menghasilkan produk rumahan, UMKM dan dari desa yang harus terus didorong.
Heru menekankan bahwa pada 2021 untuk mengembangkan ekonomi digital di Tanah Air, tidak bisa dilakukan pemerintah sendiri.
“Konsep pentahelix harus dikedepankan. Kerja besar ini harus melibatkan semua komponen bangsa, baik dari kalangan industri, pemerintah, masyarakat, akademisi dan media,” kata Heru.
Analisa itupun sejalan dengan laporan Bank Dunia. Akselerasi digital membutuhkan tak sekadar infrastruktur, melainkan pula sumber daya manusia (SDM) digital yang andal.
Laporan Bank Dunia tahun 2016 mencatat bahwa saat ini Indonesia mengalami kekurangan tenaga kerja semi terampil dan terampil sebesar 9 juta orang dalam 15 tahun. Artinya, rata-rata kita harus menghasilkan talenta digital sejumlah 600.000 orang setiap tahun.
Hal inilah yang menurut Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate mendorong kementerian membuat program DTS. Saat ini saja, Indonesia sangat membutuhkan berbagai talenta yang memiliki keahlian industri 4.0, seperti Big Data Analytics, Artificial Intelligence, Cybersecurity, Cloud Computing, Internet of Things, dan Machine Learning.
Selain keahlian dalam bentuk hard skills tersebut, Johnny mengatakan setiap talenta digital harus dilengkapi dengan softskill, yang dia sebut 4C, yakni Critical Thinking, Creativity, Collaboration, dan Communication.
“Kombinasi dari kecakapan-kecakapan inilah yang paling dibutuhkan untuk akselerasi transformasi digital menuju digital society Indonesia,” ujar Johnny.
DTS pun telah digulirkan sejak 2018. Saat kali pertama bergulir, program tersebut diikuti 1.000 peserta.
BERKESINAMBUNGAN
Program DTS terus berlanjut, bahkan tak terhenti walau pandemi Covid-19 tengah berkecamuk. Pada 2019, Kemenkominfo memperbesar jumlah kepesertaan menjadi 25.000 peserta yang mengikuti 22 tema pilihan.
Sejak semula bergulir, program tersebut disokong para ahli. Kemenkominfo melibatkan antara lain Dicoding, Google, Cisco, Mirosoft, Red Hat, Progate, Facebook, dan Asosiasi Digital Marketing.
Memasuki 2020, program DTS diinisiasi secara virtual, mengingat pagebluk Covid-19 tengah mewabah. Kemenkominfo berkomitmen melanjutkan program DTS seiring pandemi yang membuat lesu aktivitas perekonomian di segala bidang.
Harapannya, berbekal materi DTS, para lulusan masih bisa menjaga dan juga jadi penyangga agar aktivitas perekonomian dan aktivitas harian tetap produktif. Untuk mensiasati sekaligus sesuai tuntutan era digital, pelatihan DTS diadakan dengan konsep online academy (OA).
Pada tahun lalu, Kemenkominfo melaksanakan online academy yang ditujukan untuk 50.000 peserta. “Dalam pelaksanaannya, kami bekerja sama dengan global technology company, start up lokal, dan asosiasi profesi,” ujar Johnny.
Selain itu, ada pula akademi lain yang dilaksanakan bekerja sama dengan lebih dari 90 perguruan tinggi di Indonesia. Sedangkan akademi-akademi lain juga dilaksanakan melalui kerja sama dengan lebih dari 90 universitas dan politeknik yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia.
Pada tahun lalu, DTS diramaikan dengan berbagai tema pelatihan yang menarik dan relevan. Tema-tema yang ditawarkan adalah openstack administrator, containers, kubernetes, openshift; IT essenstials, CCNA (Cisco Certified Network Analysis), Network Engineer; CCNA Cyber Operations Specialist; python, programming HTML (hypertext Markup Language), JavaScript, Digital Entrepreneruship, dan Digital Marketing.
Ada juga tema lain yaitu Android Developer, iOS Developer, Augmented Reality, Associate Cloud Engineer, Digital Skills, Programming HTML, Java Script, dan Digital Entreprenersuhip.
Komitmen serupa juga ditunjukkan pada program DTS 2021. Pada tahun ini, program DTS diperluas untuk meningkatkan daya akselerasi digital di Indonesia.
“Sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo untuk melakukan Akselerasi Transformasi Digital, Kementerian Kominfo berupaya mempersiapkan kebutuhan sumber daya manusia talenta digital,” ungkap Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Kominfo Hary Budiarto.
Pada tahun ini, DTS ditarget akan menampung sebanyak 100.000 peserta. “Tentunya dengan pengembangan dan perluasan tema pelatihan,” tambah Hary.
Sementara itu, Kepala Pusat Pengembangan Profesi dan Sertifikasi Badan Litbang SDM Kementerian Kominfo Hedi M. Idris menyatakan DTS selalu dikembangkan berdasarkan kebutuhan industri digital terkini.
“Nilai tambah DTS 2021 selain beasiswa pelatihan untuk peserta, juga akan membuka peluang pemagangan dan kerja karena DTS juga melibatkan industri dan startup digital dalam pelaksanaannya,” jelasnya.
Tahun 2021, menurut Hedi M. Idris terdapat penambahan 2 akademi baru dengan variasi tema pelatihan yang beragam sesuai dengan kebutuhan transformasi digital.
“Ada total delapan akademi dengan penambahan Digital Leadersip Academy dan Talent Scouting Academy dibandingkan tahun sebelumnya. Untuk menyesuaikan dengan kebutuhan transformasi digital, kami mengubah Online Academy menjadi Profesional Academy dan Regional Development Academy di-upgrade menjadi Government Transformation Academy,” jelasnya.
Idris menjelaskan semua pelatihan akan berlangsung secara daring dengan melibatkan mitra perguruan tinggi dan global technology company. “Ada mitra pelaksana dari perguruan tinggi universitas negeri dan swasta, politeknik. Ada pula tiga startup digital Dicoding, Tokopedia dan Gojek. Kemudian global technology ada dari Amazone Web Service [AWS], Cisco Networking Academy, Google, Microsoft, IBM, Progate, Facebook, Red Hat dan Oracle," jelasnya.