iBlastoid, Terobosan Teknologi Riset Infertilitas dan Embrio Manusia

Nirmala Aninda
Jumat, 19 Maret 2021 | 19:00 WIB
Mahasiswa PhD di Polo Lab Jia Ping Tan, Professor Jose Polo, Dr Xiaodong (Ethan) Liu. /monash.edu
Mahasiswa PhD di Polo Lab Jia Ping Tan, Professor Jose Polo, Dr Xiaodong (Ethan) Liu. /monash.edu
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA -- Tim ilmuwan internasional yang dipimpin oleh Monash University kembali berhasil membuat terobosan penelitian baru, yaitu sebuah model embrio manusia yang terbuat dari sel-sel kulit.

Penelitian kolaboratif yang juga dimuat dalam jurnal Nature berjudul Modelling Human Blastocysts by Reprogramming Fibroblasts into iBlastoids ini dinilai akan merevolusi penelitian lebih lanjut mengenai penyebab keguguran dini, infertilitas, dan studi terkait dengan periode awal perkembangan manusia.

Studi ini dipimpin oleh Profesor Jose Polo dari Institut Penemuan Biomedis (Biomedicine Discovery Institute) dan Institut Kedokteran Regeneratif (Regenerative Medicine Institute), Monash University, dan dibantu oleh Dr Xiaodong (Ethan) Liu, dan mahasiswa Ph.D Monash University, Jia Ping Tan.

Metode pemodelan embrio manusia dari sel kulit tersebut memungkinkan para ahli untuk membentuk struktur seluler tiga dimensi (3D) yang secara morfologi dan molekul mirip dengan blastokista embrio manusia.

Dikembangkan di Polo Lab, Monash University, tim ilmuwan ini berhasil menciptakan iBlastoid dengan menggunakan teknik yang disebut "pemrograman ulang nuklir".

Teknik ini memungkinkan terjadinya perubahan identitas seluler sel kulit manusia yang – ketika ditempatkan dalam bentuk cetakan 'jelly' 3D yang dikenal sebagai matriks ekstraseluler – dapat disusun menjadi struktur mirip blastokista.

“[Terobosan ini] akan memungkinkan para ilmuwan untuk mempelajari tahap-tahap awal perkembangan manusia dan beberapa penyebab infertilitas, penyakit bawaan, serta dampak racun dan virus pada embrio awal tanpa menggunakan blastokista asli, dan yang terpenting, dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya," kata Polo, seperti dikutip melalui siaran pers yang diterima Bisnis, Jumat (19/3/2021).

Hingga saat ini, satu-satunya cara untuk mempelajari asal mula manusia adalah melalui penggunaan blastokista yang langka dan sulit diperoleh melalui prosedur IVF (in-vitro fertilization).

Sekelompok kolaborator peneliti lainnya yang terlibat adalah Jennifer Zenker (Monash University), Profesor Ryan Lister (University of Western Australia), Associate Profesor Owen Rackham (Duke-National University of Singapore), dan Profesor Amander Clark (UCLA).

Lebih lanjut, iBlastoid meniru model genetik dan arsitektur blastokista manusia secara keseluruhan, termasuk struktur yang serupa dengan massa sel bagian dalam, yang terdiri dari sel seperti epiblas, dikelilingi oleh lapisan luar sel serupa dengan trofektoderm dan sebuah rongga yang menyerupai blastocoel.

Meskipun tidak ada preseden legislatif Australia yang mengatur kegiatan penelitian model sel induk terintegrasi blastokista manusia, seperti iBlastoid, semua eksperimen tersebut telah mendapat persetujuan Komite Etika Manusia (Human Ethics) Monash University sesuai dengan standar hukum Australia dan pedoman internasional.

Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya infertilitas dan keguguran adalah karena kegagalan embrio manusia pada tahap awal dalam menanamkan diri atau berkembang pada saat implantasi. Kondisi ini kerap terjadi dalam kurun waktu dua minggu pertama setelah fertilisasi.

Keguguran 'diam-diam' ini kemungkinan besar mewakili proporsi yang signifikan dari jumlah total keguguran yang terjadi. Menurut Profesor Polo, pembuatan iBlastoid dapat menyediakan sebuah sistem model yang mendatangkan wawasan tentang tahap awal kehamilan tersebut.

Wakil Dekan Bidan Riset Fakultas Kedokteran (Faculty of Medicine) di Monash University Profesor Ross Coppel mengatakan bahwa penemuan ini akan memungkinkan pengembangan metode yang lebih baik untuk IVF, pengembangan protokol untuk terapi gen embrio dan metode skrining obat-obatan baru yang lebih baik dan informatif.

“Dengan penelitian lebih lanjut dan sumber daya yang tepat, penemuan ini dapat membuka industri baru bagi banyak negara-negara di dunia,” tutup Ross.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Nirmala Aninda
Editor : Fatkhul Maskur
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper