Bisnis.com, JAKARTA – NTT Ltd., perusahaan layanan teknologi global, mengungkapkan hybrid cloud - layanan komputasi awan yang didistribusikan di antara public cloud dan private – telah membuat sejumlah perusahaan di Asia Pasifik memiliki ketangkasan bisnis dalam menghadapi pandemi.
Dalam laporannya yang berjudul Cloud Hybrid 2021, diketahui 90 persen organisasi bisnis di Asia Pasifik setuju bahwa pandemi telah memaksa mereka untuk mengandalkan teknologi dalam berbisnis. Bahkan, pertumbuhan adopsi teknologi saat pandemi lebih cepat dibandingkan dengan sebelum tahun-tahun pandemi.
Di samping itu, laporan yang melibatkan 950 pengambil keputusan di 13 negara dengan wilayah terpilih di Asia Pasifik itu juga menyebutkan 60,3 persen organisasi-organisasi di Asia Pasifik sudah menggunakan, atau sedang uji coba penggunaan cloud hybrid.
“Studi ini menemukan bahwa 31,6 persen responden di Asia Pasifik berencana untuk menerapkan solusi hybrid dalam kurun waktu 12–24 bulan ke depan,” kata Executive Vice President Intelligent Infrastructure NTT Ltd. Rob Lopez dalam siaran pers, Rabu (17/3/2021).
Lopez menambahkan studi juga memberitahukan bahwa hybrid cloud telah dipandang sebagai teknologi yang krusial untuk pemrosesan data dan pengambilan keputusan secara waktu nyata (real time) baik sekarang maupun di masa depan. Laporan tersebut menemukan bahwa 38,8 persen organisasi di Asia Pasifik mengadopsi hybrid cloud karena membantu dalam meningkatkan kecepatan saat penerapan suatu aplikasi.
Pandemi membuat pergeseran model kerja terdistribusi yang memungkinkan karyawan dapat bekerja dari manapun dan perusahaan perlu mengakses data dan aplikasi dengan cara yang baru dan cepat, yang salah satunya dapat dipenuhi dengan memanfaat hybrid cloud.
“Peningkatan pada kelincahan bisnis secara keseluruhan menjadi alasan kedua. 38,3 persen responden menjawab seperti itu. Diikuti oleh total biaya operasional teknologi yang lebih efisien sebanyak 34, persen,” kata Lopez.
Meski memiliki banyak kelebihan bagi sebuah perusahaan, faktanya banyak organisasi-organisasi di Asia Pasifik, yang belum menggunakan hybrid cloud. Studi tersebut mengungkapkan alasan terbesar – sebanyak 51,2 persen - organisasi tidak menggunakan hybrid cloud karena kesulitan dalam mengelola keamanan data.
Mereka ragu saat ingin memindahkan data yang dimiliki, yang awalnya bersifat privasi beralih ke publik. Untuk mengatasi hal tersebut, Lopez mengusulkan agar organisasi-organisasi memilih lingkungan informasi teknologi yang tepat.
Lingkungan dan mitra yang tepat dapat menjadi tuan rumah bagi aplikasi-aplikasi krusial perusahaan yang ingin ditempatkan secara privat maupun secara publik melalui hybrid cloud.