Bisnis.com, JAKARTA – Kecepatan pembangunan infrastruktur multipleksing siaran tv digital yang masuk dalam kriteria penilaian teknis seleksi, dinilai cukup memberatkan para peserta.
Pandemi Covid-19 yang membuat pergerakan menjadi terbatas, diperkirakan menghambat proses pembangunan infrastruktur tersebut.
Wakil Ketua I Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Neil R. Tobing mengatakan secara umum kriteria penilaian dan persyaratan pada seleksi penyelenggara multipleksing (mux) 2021, tidak jauh berbeda dengan persyaratan seleksi mux pada 2012.
Adapun yang membedakan adalah, kondisi yang terjadi pada industri. Tahun ini seleksi dilaksanakan saat pandemi Covid-19 masih terjadi, sehingga berisiko mengganggu kecepatan pembangunan infrastruktur multipleksing.
Di samping itu, sebagaian besar wilayah layanan yang diseleksi, kata Neil, terdapat di Indonesia Timur dan kota-kota menengah di Indonesia Tengah dan Barat. Dengan demikian, membutuhkan waktu untuk membangun infrastruktur di daerah tersebut karena kondisi geografis yang terjal.
“Ada tantangan pengiriman [perangkat infrastruktur] dan engineer yang jumlahnya terbatas,” kata Neil kepada Bisnis, Sabtu (14/3).
Sebelumnya, Berdasarkan penjelasan dalam dokumen penyelenggara multipleksing yang diterima Bisnis, diketahui kriteria penilaian seleksi penyelenggara multipleksing didasarkan pada dua aspek, yaitu aspek bisnis dan aspek teknis. Aspek bisnis memiliki bobot penilaian sebesar 30% dan aspek teknis memiliki bobot 70%.
Aspek teknis meliputi beberapa kriteria penilaian untuk menentukan pemenang seleksi. Salah satu adalah perihal kecepatan pembangunan infrastruktur multipleksing. Para peserta diminta komitmennya dalam kecepatan penyelesaian pembangunan infrastruktur multipleksing.
Kementerian menentukan, paling lambat pada 30 Oktober 2021 infrastuktur telah tersedia sehingga siaran dapat digelar di wilayah layanan. Hal menjadi tantangan bagi peserta seleksi di tengah kondisi pandemi.
Neili menambahkan pada seleksi tahun ini, jumlah mux yang ditenderkan di 22 provinsi sangat terbatas. Rata-rata hanya 2 mux, sedangkan, pada 2012 jumlah mux yang dilelang di 12 provinsi rata-rata sebanyak 5 mux di 12 propinsi.
Dengan peserta yang banyak, menurutnya, lembaga penyiaran swasta (LPS) akan berlomba memberikan proposal penawaran terbaik dari semua sisi. Persaingan untuk menjadi penyelenggara multipleksing pun bakal ketat.
“Termasuk dari sisi [kesanggupan] penyediaan dekoder atau (Set-top-box/STB) yang banyak,” kata Neil.
Adapun mengenai kriteria bisnis – yang juga menjadi salah satu aspek penilaian dalam seleksi - seperti kemampuan infrastruktur dan pengoperasian serta kemampuan finansial seperti kecukupan arus kas atau modal untuk pembiayaan investasi, ATVSI menilai tidak terlalu bermasalah. Industri televisi siaran gratis (free-to-air /FTA) terus memperlihatkan perkembangan.
“Bisnis TV FTA akan terus berkembang di tengah-tengah gempuran OTT global karena jangkauannya yang masif, ditayangkan secara gratis,” kata Neil.
Kemudian, mengenai bisnis penyelenggaraan mux, kata Neil, akan bertahan dan menguntungkan ke depannya karena penyedia konten yang juga penyewa kanal, memerlukan lebar pita (bandwidth) yang cukup besar dari operator mux.
Lebar pita besar dan jaringan yang andal dibutuhkan untuk mendukung peningkatan kualitas penyiaran yang lebih baik dari sisi konten dan juga gambar yang ditampilkan.
“Kami masih yakin industri FTA akan terus berkembang didukung oleh jaringan andal, fitur layanan yang bertambah seperti video berbasis permintaan (VoD), elektronik program panduan (EPG) dan konten yang berkualitas yang diminati pemirsa,” kata Neil.