Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengakui bahwa saat ini masih banyak terdapat konten negatif seperti pornografi, LGBT ataupun kekerasan, di penyedia over the top (OTT) asing.
Selama ini KPI mengaku belum dapat bertindak banyak dalam menekan dan mengawasi konten yang tersedia di platform digital dari penyedia OTT asing lantaran regulasi yang belum memungkinkan. Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Mulyo Hadi Purnomo menjelaskan saat ini pengawasan dan penindakan terhadap isi konten OTT asing masih dilakukan Ditjen Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo.
"Kami sudah ingatkan Ditjen Aplikasi Informatika terhadap maraknya konten negatif di OTT asing. Namun entah kenapa sampai kini konten negatif itu masih ada. Mungkin karena belum ada aturan tegas yang dapat memaksa OTT asing tunduk terhadap regulasi di Indonesia," katanya seperti dikutip, Selasa (23/2/2021).
Lantaran tak ada regulasinya, tegas dia, OTT asing masih bisa bertindak dan berbisnis sesuka hati mereka. Selain itu, OTT asing juga tak memberikan kontribusi pajak bagi negara. Padahal mereka mendapatkan banyak manfaat ketika berbisnis di Indonesia.
Menurut Hadi, negara harus tegas mengatur OTT asing yang beroperasi di Indonesia. Jika tidak, itu artinya akan membunuh lembaga penyiaran dan OTT lokal yang sudah taat hukum ketika beroperasi di Indonesia.
"Kami ingin revisi UU ITE dan UU Penyiaran yang masuk Prolegnas 2021 dapat mengatur tegas OTT asing," ujarnya.
Termasuk, lanjut dia, pengaturan konten, pajak dan skema kerja sama dengan lembaga penyiaran lokal serta operator telekomunikasi untuk memberikan equal playing field antara lembaga penyiaran lokal dan OTT asing.
Hadi menilai, RPP Postelsiar yang mewajibkan kerja sama OTT asing dan operator telekomunikasi dapat efektif kurangi konten negatif. Pasalnya, dengan kerja sama tersebut, maka OTT asing akan mendapatkan masukan seperti keharusan mengikuti norma dan hukum di Indonesia.