Bisnis.com, JAKARTA — Bisnis iklan layanan digital berbasis pesan singkat dan pesan multimedia dinilai sudah kurang menguntungkan dan masuk pada fase penurunan.
Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi menilai kejayaan bisnis layanan iklan digital telah berakhir. Puncak dari bisnis layanan digital, kata Heru, adalah saat SMS (short message service) Premium hadir di masyarakat.
SMS Premium adalah sebuah layanan yang memungkinkan pelanggan untuk mendapatkan informasi terbaru tentang informasi terkini, ramalan zodiak, mengikuti undian berhadiah, mendapatkan nada sambung pribadi, hingga untuk memilih peserta favorit kita dalam sebuah acara realitas di televisi.
Baca Juga Iklan Layanan Digital Makin Ditinggal? |
---|
Untuk mendapat akses tersebut, pengguna diminta untuk mengirimkan empat digit angka ke nomor tujuan.
“Kalau bisnis SMS dan MMS [multimedia messaging service] waktu itu puncaknya saat bisnis SMS Premium, tetapi kemudian redup karena banyak sedot pulsa,” kata Heru kepada Bisnis, Sabtu (30/1).
Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis, pada 2011 saat SMS Premium masih digemari, operator seluler dapat meraup pendaptan sekitar Rp3 triliun–Rp4 triliun per tahun atau sekitar 7 persen dari total pendapatan seluruh operator seluler.
Sayangnya, masa kejayaan tersebut berakhir, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) mengeluarkan SE No. 117/2011 tentang Penghentian Layanan SMS Premium. Seluruh layanan SMS premium–kecuali layanan perbankan dan panggilan darurat-deaktivasi atau unreg massal.
Heru menambahkan bahwa iklan digital lewat operator saat ini juga tidak berkembang dan lebih banyak digunakan untuk SMS penipuan atau untuk menawarkan layanan internal seperti promo paket atau layanan baru.
“Kalau iklan berbasis internet dan aplikasi sangat besar dan akan terus tumbuh. Kalau berbasis SMS atau MMS tidak ada harapan dan cenderung sunset.”