Bisnis.com, JAKARTA – Rencana MNC Group untuk menggelar layanan 5G dinilai akan menuai sejumlah hambatan seperti proses perizinan hingga persaingan di industri telekomunikasi yang sudah terlalu padat.
Ketua Pusat Studi Kebijakan Industri dan Regulasi Telekomunikasi Indonesia-ITB Ian Yosef M. Edward mengatakan penggunaan pita frekuensi 2,6 GHz untuk menggelar 5G membutuhkan proses yang panjang.
Seandainya MNC Grup ingin menggunakan pita 2,6 GHz untuk 5G, maka MNC perlu mengembalikan dahulu kepada pemerintah pita yang digunakan di 2,6 GHz – sebesar 150 MHz – untuk dilelang kembali.
MNC juga harus mengubah perizinan yang dimiliki dari izin stasiun radio (ISR) menjadi izin pita frekuensi radio (IPFR) untuk menggelar layanan seluler 5G.
“Kalau izin pita bayarnya jauh lebih mahal biaya per MHz, kalau penyiaran hanya miliaran rupiah, ketika beralih izin ke pita bisa triliunan rupiah [per MHz]” kata Ian kepada Bisnis.com, Senin (25/1/2021).
Ian menambahkan MNC tidak dapat beralih seketika dari ISR ke IPFR karena perlu mengurus sejumlah perizinan. Izin pita 2,6 GHz akan berakhir pada 2024, selanjutnya MNC akan menjalin komunikasi kembali dengan Kemenkominfo perihal perpanjangan penggunaan spektrum frekuensi.
“Boleh saja gelar 5G tetapi harus lewat lelang dahulu dan harganya seperti seluler. Jika Telkomsel sebesar 30 MHz seharga Rp1 triliun [pita 2,3 GHz pada 2017] maka jika 150 MHz nilainya lima kali lipat,” kata Ian.
Ian mengatakan nilai tersebut belum termasuk up front fee yang nilainya sekitar dua hingga tiga kali nilai biaya hak penggunaan frekuensi yang dibayarkan.
Di samping itu, sambungnya, tantangan lain yang dihadapi adalah persaingan di industri telekomunikasi yang sudah sangat padat.