Frekuensi untuk Kereta Cepat Tunggu Regulasi

Leo Dwi Jatmiko
Minggu, 17 Januari 2021 | 16:00 WIB
Aktivitas proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) di salah satu tunnel atau terowongan di kawasan Tol Purbaleunyi KM 125, Cibeber, Cimahi Selatan, Jawa Barat, Kamis (2/4/2020). Bisnis/Rachman
Aktivitas proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) di salah satu tunnel atau terowongan di kawasan Tol Purbaleunyi KM 125, Cibeber, Cimahi Selatan, Jawa Barat, Kamis (2/4/2020). Bisnis/Rachman
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Penggunan pita 900 MHz untuk Kereta Cepat Jakarta-Bandung dinilai banyak bergantung dari regulasi turunan Undang-Undang No.11/2020 tentang Cipta Kerja, khususnya mengenai berbagi spektrum frekuensi.

Operator seluler membutuhkan payung hukum untuk menjalin kerja sama penggunaan spektrum frekuensi dengan pengelola Kereta Cepat Jakarta Bandung.

Ketua Pusat Studi Kebijakan Industri dan Regulasi Telekomunikasi Indonesia-ITB Ian Yosef M. Edward menilai kereta cepat Indonesia-China (KCIC) termasuk dalam kategori teknologi baru di Indonesia, sehingga dapat dilakukan kerja sama spektrum frekuensi.

Untuk beroperasi, kata Ian, KCIC membutuhkan frekuensi sebesar 4 MHz – 5 MHz. Adapun sejauh ini, berdasarkan informasi yang dimilikinya, kandidat frekuensi yang akan digunakan untuk kereta cepat berada di pita 800 MHz – 900 MHz. Kerja sama akan terjadi seandainya regulasi berbagi frekuensi telah keluar.

“Undang-undangnya sudah ada, sehingga peraturan pelaksanaannya tentang kerja sama frekuensi dan seterusnya harus sudah keluar agar kerja sama aman. Jadi urusannya ke arah regulasi,” kata Ian kepada Bisnis, Minggu (17/1).

Ian berpendapat untuk memudahkan proses kerja sama, maka peraturan turunan dari Undang-Undang No.11/2020 tentang Cipta Kerja harus segera rampung agar memberi kepastian payung hukum dalam proses kerja sama antara operator seluler dengan PT KCIC.

Dia mengatakan saat ini KCIC telah menjalin komunikasi dengan Telkomsel, sebagai operator seluler yang terimbas dari operasional kereta cepat. Berdasarkan catatan, Telkomsel merupakan satu-satunya operator yang akan terimbas ketika layanan kereta cepat beroperasi.  

“Yang terimbas hanya Telkomsel saja. XL tidak kena, karena hanya 4 MHz saja yang kena,” kata Ian.

Ian menjelaskan dalam hal spektrum frekuensi operator – dalam hal ini Telkomsel - digunakan oleh pihak lain, operator tersebut berisiko mengalami kerugian karena kewajiban pembayaran hak penggunaan spektrum frekuensi tetap dibebankan kepada operator.

Di samping itu, operator juga perlu menggelar jaringan tambahan untuk menutup kawasan – di sekitar lintasan Jakarta-Bandung – yang selama ini mendapat layanan dari frekuensi 900 MHz.

Untuk menghindari kerugian tersebut, maka beban frekuensi dan penggelaran titik baru harus dibicarakan saat operator dan pengelola KCIC hendak menjalin kerja sama.

Operator seluler sebagai pengguna frekuensi wajib membayar kepada negara. Adapun KCIC –sebagai pengguna baru - harus bayar kepada operator seluler yang frekuensinya dipinjam.

KCIC juga harus mengajukan izin sebagai operator telekomunikasi khusus karena kerja sama spektrum frekuensi hanya diperbolehkan kepada sesama operator telekomunikasi.

“Kereta cepat juga dianggap sebagai teknologi baru karena termasuk Sistem Global untuk Komunikasi Seluler - Kereta Api atau GSM Railway, sehingga tidak melanggar,” kata Ian.    

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper