Bisnis.com, JAKARTA - Supercontinents atau daratan raksasa yang terdiri dari banyak benua diprediksi dapat muncul kembali di Bumi 200 juta tahun dari sekarang. Dalam proses pembentukan itu akan mempengaruhi iklim di dunia ini secara drastis.
Melansir Live Science, Senin (14/12/2020), para ilmuwan yang mempresentasikan temuan mereka secara daring pada 8 Desember dalam acara tahunan American Geophysical Union (AGU), memodelkan tampilan "masa depan" dari Bumi dengan perubahan superkontinen. Mereka mengeksplorasi dua skenario.
Skenario pertama, sekitar 200 juta tahun di masa depan, hampir semua benua mendorong ke belahan bumi utara. Antartika akan ditinggal sendirian di belahan bumi selatan. Skenario kedua, sekitar 250 juta tahun yang akan datang, sebuah superkontinen terbentuk di sekitar ekuator dan meluas ke belahan bumi utara dan selatan.
Untuk keduanya, para peneliti menghitung dampak pada iklim global berdasarkan topografi superkontinen. Mereka terkejut menemukan bahwa ketika benua-benua saling menyatu di utara dan medannya bergunung-gunung, suhu global jauh lebih dingin daripada model lainnya. Hasil seperti itu bisa menandai pembekuan yang dalam tidak seperti di masa lalu Bumi, yang berlangsung setidaknya 100 juta tahun.
Penulis utama studi Michael Way, seorang ilmuwan di NASA Goddard Institute for Space Studies, New York, mengatakan benua di bumi tidak selalu terlihat seperti sekarang ini. Selama sekitar 3 miliar tahun terakhir, planet ini telah mengalami siklus melalui beberapa periode di mana benua pertama kali menyatu untuk membentuk superkontinen yang sangat besar dan kemudian pecah.
Benua super terbaru (secara relatif) adalah Pangaea, yang ada sekitar 300 juta hingga 200 juta tahun yang lalu dan termasuk apa yang sekarang menjadi Afrika, Eropa, Amerika Utara dan Amerika Selatan. Sebelum Pangaea adalah superkontinen Rodinia, yang ada dari 900 juta hingga 700 juta tahun lalu, dan sebelumnya adalah Nuna, yang terbentuk 1,6 miliar tahun lalu dan pecah 1,4 miliar tahun lalu.
Baca Juga Pandemi, jadi Word of The Year di 2020 |
---|
Tim ilmuwan lain sebelumnya telah membuat model superkontinen di masa depan yang lebih jauh. Benua super yang mereka juluki "Aurica" akan bergabung dalam 250 juta tahun dari benua yang berkumpul di sekitar ekuator, sementara "Amasia" akan berkumpul di sekitar Kutub Utara.
Untuk studi baru, Way dan timnya mengambil daratan Aurica dan Amasia serta topografi yang berbeda, yakni pegunungan tinggi, datar, dan dekat dengan permukaan laut, atau sebagian besar datar tetapi dengan beberapa gunung, dan menyambungkannya ke model sirkulasi yang disebut ROCKE-3D.
Selain lempeng tektonik, parameter lain menginformasikan kalkulasi model untuk Bumi masa depan yang dalam, berdasarkan bagaimana Bumi berubah seiring waktu. Misalnya, 250 juta tahun dari sekarang, Model tersebut juga memperhitungkan Bumi akan berputar sedikit lebih lambat daripada saat ini.
Baca Juga Berbisnis dengan Afrika, Kenapa Tidak? |
---|
"Laju rotasi bumi melambat seiring waktu, jika Anda bergerak 250 juta tahun ke depan, panjang hari bertambah sekitar 30 menit, jadi kami memasukkannya ke dalam model untuk melihat apakah itu berpengaruh," kata Way.
Way menerangkan Luminositas matahari juga akan sedikit meningkat dalam 250 juta tahun, karena matahari semakin terang seiring waktu. "Kami juga memasukkannya ke dalam model, jadi kami meningkatkan jumlah radiasi yang dilihat planet," imnbuhnya.
Hasil yang paling tidak terduga dalam model mereka adalah bahwa suhu global lebih dingin hampir 7,2 derajat Fahrenheit (4 derajat Celcius) di dunia dengan superkontinen pegunungan Amasia di belahan bumi utara. Ini sebagian besar karena umpan balik albedo es yang kuat. Salju dan es di superkontinen utara di garis lintang tinggi menciptakan tutupan permanen di atas daratan selama musim panas dan musim dingin, "Dan itu cenderung menjaga suhu permukaan beberapa derajat lebih dingin daripada di semua skenario lainnya," tambah Way.
Sebagai perbandingan, dalam model Amasia yang tidak terlalu bergunung-gunung, danau, dan laut pedalaman dapat terbentuk. Mereka mengangkut panas atmosfer ke utara dari khatulistiwa, salju dan es yang mencair secara musiman sehingga daratan tidak akan membeku secara permanen.
Lebih lanjut Way menerangkan pada Bumi saat ini, sirkulasi laut membawa panas ke wilayah paling utara, mengelilingi Greenland dan melalui Selat Bering. Tetapi ketika sebuah superkontinen terbentuk dan jalan-jalannya menutup. "Maka Anda tidak dapat mengangkut panas laut yang hangat itu dari garis lintang yang lebih rendah atau musim panas selatan ke utara untuk mencair dan menjaga agar tetap hangat," beber Way.
Selain itu, dia menyebut zaman es bumi yang lebih baru berlangsung selama puluhan ribu tahun. Tapi pembentukan Amasia bisa mengantarkan zaman es yang jauh lebih lama. "Dalam kasus ini, kita berbicara tentang 100 juta tahun, 150 juta tahun," tambah Way.
Apa artinya itu bagi kehidupan di Bumi? Dia menjelaskan saat dataran rendah tropis lenyap, keanekaragaman hayati di dalamnya juga akan lenyap. Tapi ketika Anda memberikan cukup waktu untuk evolusi, ia menemukan cara untuk mengisi setiap relung ekologi dengan cara tertentu. "Dan dalam situasi seperti ini, di mana suhu dingin yang luar biasa akan mendominasi Bumi selama 100 juta tahun atau lebih, itu waktu yang lama bagi evolusi untuk bekerja," tutup Way.