Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan rintisan berbasis software as a service (SaaS) dinilai menjadi industri yang bisa bertahan seiring waktu sehingga akan terus dilirik oleh para investor untuk bisa terus dikembangkan.
Pendiri Asosiasi Digital Kreatif Indonesia (Aditif) Saga Iqranegara mengatakan peluang bisnis di pasar SaaS semakin besar seiring perkembangan gaya hidup masyarakat yang terus menerus terpapar oleh digitalisasi.
“Saya optimis pelaku startup digital dengan model SaaS akan makin banyak sejalan dengan semakin meningkatnya masyarakat yang mengadopsi pembayaran elektronik. Didukung juga oleh menjamurnya layanan berlangganan dari luar negeri. Hal ini tentunya jadi faktor pendukung bagi VC [venture capital] dalam memburu portfolio baru,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Minggu (13/12/2020).
Namun, dia menyebutkan masih juga terdapat tantangan dari bisnis SaaS saat ini, di mana masih terkendalanya dengan mekanisme pengadaan barang jasa model lama.
“Tantangannya adalah SaaS ini masih lebih banyak ke segmen B2C. Untuk B2B dan B2G masih terkendala mekanisme pengadaan barang jasa model lama. Harapannya pola pengadaan barang jasa di Indonesia bisa mengadopsi produk SaaS,” katanya.
Adapun, laporan dari konsultan asing Gartner per Juli 2020 memperkirakan bahwa industri aplikasi awan berbasis layanan SaaS akan bernilai hingga US$143,7 miliar pada 2022.
Laporan tersebut menyebutkan bahwa besarnya potensi tersebut dikarenakan pasca pandemi Covid-19, proporsi belanja teknologi informasi (TI) yang beralih ke awan diprediksi dengan proyeksi mencapai 14,2 persen dari total pasar belanja TI perusahaan global pada 2024.