Platform Dagang-el: Kiriman Gaib Masih Saja Merajalela

Rezha Hadyan
Senin, 7 Desember 2020 | 08:37 WIB
Belanja online
Belanja online
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Berbelanja daring melalui pasar daring (marketplace) kini sudah menjadi hal yang lumrah bagi masyarakat Indonesia. Jaminan keamanan serta kepraktisan yang ditawarkan menjadi alasan utama mengapa aktivitas tersebut kian digemari.

Pilihan metode pembayaran yang terus bertambah dari waktu ke waktu juga membuat pasar daring banyak dipilih. Salah satu diantaranya adalah metode cash on-delivery (COD) yang memungkinkan pembeli membayar tunai setelah menerima pesanannya.

Tentu, pilihan metode pembayaran ini akan sangat membantu bagi mereka yang tidak menggunakan layanan keuangan daring atau sama sekali tidak mempunyai rekening bank. Cukup siapkan uang tunai senilai barang yang dibeli untuk kemudian dibayarkan kepada kurir pengantar.

Namun, metode yang satu ini ternyata rawan disalahgunakan. Seperti yang dialami oleh Maria Elena, tiba-tiba dia dihubungi oleh kurir dari salah satu pasar daring. Kurir itu mengaku ingin mengantarkan pesanan barang dengan metode pembayaran COD untuk dirinya.

Tentu saja dia terkejut, karena tak merasa memesan barang tersebut. Selain itu, pesanan juga dikirimkan ke alamat indekos lamanya.

“Dikirimkan ke alamat [indekos] lama, belanja di marketplace itu juga terakhir tiga tahun lalu. Mengganggu saya dan mereka yang ada di alamat itu kan jadinya,” keluhnya.

Kurir terus memaksa agar ada orang di alamat pengiriman yang menerima dan membayar paket kiriman itu. Tindakan tersebut baru bisa dihentikan setelah Elena menyebut akan melaporkan kasus yang menimpanya ke pusat layanan pelanggan.

“Setelah bilang mau dilaporin baru diam, sudah dilaporkan juga karena takut juga. Nama sama kontaknya di paket benar, alamat lama juga benar. Takut kirimannya bisa barang terlarang,” tuturnya.

Apa yang dialami oleh Elena adalah lazim terjadi belakangan ini. Motifnya tentu tak jelas, karena pemesannya juga tak diketahui asal-usulnya. Oleh karena itu, banyak yang menyebut kasus tersebut sebagai kiriman gaib.

Menurut pakar keamanan siber dari Vaksincom Alfons Tanujaya, kuat dugaan kasus kiriman gaib terjadi akibat persaingan tidak sehat antarpasar daring. Tujuannya, tentu untuk menghilangkan kepercayaan pengguna layanan pasar daring, baik pelanggan maupun pembeli.

“Yang benar-benar dirugikan ini bukan pembeli atau penjual, tapi marketplace-nya. Pembeli tidak membayar, barang juga kembali ke penjual. Ongkos kirim juga ditanggung marketplace-nya. Tujuannya bisa jadi untuk menghilangkan kepercayaan ke marketplace itu,” ungkapnya.

Alfons menuturkan merebaknya kasus kiriman gaib menjadi sinyal bagi suatu pasar daring untuk memperbaiki sistem keamanan, khususnya verifikasi identitas pengguna. Dia menilai metode COD tidak bisa diberikan sembarangan kepada seluruh pengguna.

Hanya pengguna dengan kriteria tertentu saja yang seharusnya bisa menggunakannya. Selain itu, alangkah baiknya agar kasus tersebut dilaporkan sesegera mungkin kepada pihak berwajib.

“Pengguna tidak bisa berbuat banyak karena semuanya sudah terekam dalam sistem. Tindak lanjut dari marketplace yang diharapkan. Bagaimana agar tidak ada data pelanggan yang bocor dan disalahgunakan orang tidak bertanggung jawab,” paparnya.

Dia menambahkan apabila mengalami kasus kiriman gaib. Hal pertama yang harus dilakukan adalah memastikan darimana asal kiriman dan memeriksa riwayat transaksi. Kemudian jangan lupa untuk mengambil gambar kiriman dan kurir pengantar untuk kemudian dikirimkan kepada pusat layanan pelanggan sebagai bukti.

Sementara itu, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pengerapan mengatakan sejauh ini belum ada aturan yang secara spesifik mengatur transaksi daring dengan metode COD.

Apabila terjadi kasus yang mengarah pada upaya penipuan pada penggunaan metode tersebut, pelaku akan dijerat dengan Undang-Undang No. 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Kemudian pelaku juga bisa dijerat dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) apabila terbukti memakai ancaman atau kekerasan saat barang akan diserahkan kepada penerima.

“Jangan diterima [barangnya], kalau mengancam laporkan sebagai tindak pidana. Minta namanya, foto orangnya juga,” tegasnya.

Lebih lanjut, menurut Semuel pada dasarnya metode COD adalah metode yang berupaya untuk melindungi pembeli dari penipuan. Karena tak dapat dipungkiri jika banyak penjual nakal yang mengirimkan barang tidak sesuai dengan kesepakatan awal.

“COD itu justru resiko di penjual. Kalau barang yang dipesan tidak sesuai pembeli tidak akan membayar,” ujarnya.

VERIFIKASI PENGGUNA

Sebagai upaya untuk mengantisipasi kasus kiriman gaib menurut Director of Payment, Fintech, Virtual Products, and Logistics Bukalapak Victor Lesmana pihaknya mewajibkan pembeli untuk melakukan verifikasi apabila ingin menggunakan metode COD. Verifikasi dilakukan melalui surel dan nomor ponsel.

“Pembeli yang telah melakukan verifikasi tapi terbukti melakukan pembelian fiktif sehingga mengakibatkan gagalnya proses COD akan dibekukan akunnya dalam kurun waktu tertentu,” katanya.

Victor menegaskan keamanan seluruh pengguna adalah prioritas utama Bukalapak. Sehingga dari waktu ke waktu, pihaknya selalu mengimplementasi berbagai upaya demi meningkatkan keamanan dan kenyamanan pengguna serta memastikan data-data pengguna tidak disalahgunakan.

“Tentunya, kerjasama dari seluruh pengguna untuk melindungi diri dari upaya tindak kriminal siber juga perlu dilakukan. Kami senantiasa menghimbau para pengguna untuk menerapkan langkah-langkah pencegahan dari tindak kriminal siber,” tutupnya.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Rezha Hadyan
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper