Waduh! Aplikasi Muslim Pro Jual Data ke Militer AS?

Ika Fatma Ramadhansari
Selasa, 17 November 2020 | 15:49 WIB
Militer Amerika Serikat (AS) salah satu pembeli aplikasi Muslim Pro yang dikembangkan oleh Bits Media / Bisnis - Feni Freycinetia
Militer Amerika Serikat (AS) salah satu pembeli aplikasi Muslim Pro yang dikembangkan oleh Bits Media / Bisnis - Feni Freycinetia
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Muslim Pro merupakan aplikasi pengingat salat umat muslim dan juga menyediakan bacaan Al-Qur'an yang telah diunduh lebih dari 98 juta kali. Bitsmedia, sebagai perusahan penyedia, menyebut aplikasi Muslim Pro sebagai aplikasi paling populer yang digunakan umat Islam.

Selain fungsi utamanya, aplikasi Muslim Pro ini juga bisa melacak lokasi pengguna dan dikabarkan menjual data lokasi itu kepada broker.

Berdasarkan laporan terbaru dari Motherboard Vice pada Selasa (17/11/2020), Militer Amerika Serikat (AS) salah satu pembeli aplikasi Muslim Pro.

Aplikasi Muslim Pro merupakan salah satu dari ribuan aplikasi lain yang menghasilkan uang dengan menjual data kepada pihak ketiga. Melalui laporan Motherboard Vice, Militer AS membeli data ini dari pihak ketiga yaitu broker yang dinamakan X-Mode.

X-Mode mengatakan bahwa bisnisnya dengan kontraktor militer difokuskan pada tiga kasus penggunaan yaitu kontraterorisme, keamanan siber dan prediksi hotspot Covid-19 di masa depan.

Sebelumnya, X-Mode telah menerbitkan data lokasi anonim dari smartphone orang untuk menunjukkan pergerakan orang ke dan dari area dimana Covid-19 menyebar, seperti dikutip dari Business Insider pada Selasa (17/11/2020).

Transaksi ini dikaitkan dengan kiprah militer AS yang telah melancarkan perang selama puluhan tahun terhadap kelompok-kelompok teror yang didominasi Muslim Timur Tengah. Meski demikian, tidak diketahui apa saja yang dilakukan Militer AS pada data Muslim Pro.

Melalui laporan Motherboard Vice, lembaga pemerintah bisa membeli dan mengumpulkan informasi data pribadi terperinci tentang pergerakan individu, termasuk warga AS.

Beberapa anggota parlemen AS kemudian menyerukan agar praktik tersebut diatur lebih ketat. Setelah terungkap bahwa Departemen Keamanan Dalam Negeri AS membeli data lokasi untuk melacak orang-orang yang dicurigai berimigrasi ke AS secara ilegal.

Menurut catatan pengadaan publik yang ditemukan Business Insider, Komando Operasi Khusus AS menghabiskan US$90.656 pada bulan April untuk mengakses data lokasi yang disediakan oleh perusahaan Babel Street yang menambang data dari aplikasi smartphone.

Juru bicara Komando Operasi Khusus AS Tim Hawkins mengatakan alasan perintah membeli data dari Babel Street adalah untuk mendukung persyaratan misi Pasukan Operasi Khusus di Luar Negeri.

"Kami secara ketat mematuhi prosedur dan kebijakan yang ditetapkan untuk melindungi privasi, kebebasan sipil, hak konstitusional dan hukum warga Amerika," ungkap Hawkins.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper