Bisnis.com, JAKARTA — Undang-Undang Cipta Kerja disinyalir telah menghilangkan kontribusi Komisi Penyiaran Indonesia dalam memberi izin siaran kepada lembaga penyiaran. Namun, Komisi Penyiaran Indonesia membantah hal tersebut.
Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Agung Suprio menjelaskan bahwa pengurangan fungsi KPI dalam perizinan penyiaran sudah terjadi saat UU Penyiaran digugat ke Mahkamah Konstitusi pada 2004.
Adapun, perubahan Pasal 33 dalam UU Cipta Kerja untuk mengakomodasi keputusan yang telah ditetapkan oleh MK.
“MK mengatakan pada Pasal 62 ayat 1 dan 2 untuk bagian anak kalimat ‘KPI bersama’ [dalam UU penyiaran] tidak memiliki kekuatan hukum’. Jadi, kasarnya itu dihapus dari UU penyiaran,” kata Agung dalam acara webinar bertema Penyiaran Pascapengesahan Omnibuslaw, Selasa (27/10).
Pada 2004, enam organisasi penyiaran yang terdiri atas Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia, Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia, Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia, Asosiasi Televisi Indonesia, Persatuan Sulih Suara Indonesia, dan Komunitas Televisi Indonesia mengajukan judicial review UU Penyiaran No. 32/2002.
Mereka mengajukan 22 pasal untuk diuji. MK yang saat itu dipimpin oleh Jimly Asshiddqie hanya mengabulkan 2 pasal.
Pasal yang diterima adalah Pasal 44 ayat 1 yang berbunyi, lembaga penyiaran wajib melakukan ralat apabila isi siaran dan atau berita diketahui terdapat kekeliruan dan atau kesalahan atau terjadi sanggahan atau isi siaran dan atau berita.
MK memutuskan kata ‘atau terjadi sanggahan’ dihilangkan. Hasilnya, pasal itu berbunyi: Lembaga penyiaran wajib melakukan ralat apabila isi siaran dan atau berita diketahui terdapat kekeliruan dan atau kesalahan atau isi siaran dan atau berita.
Kedua, MK memutuskan pada Pasal 62 ayat 2 kata ‘KPI bersama’ dihilangkan. Pasal tersebut awalnya berbunyi: Peraturan pemerintah seperti yang termaksud di dalam ayat 1 harus ditetapkan 60 hari setelah selesai disusun oleh KPI bersama pemerintah.
Setelah materi gugatan dikabulkan MK berubah menjadi: Peraturan pemerintah seperti yang termaksud di dalam ayat 1 harus ditetapkan 60 hari setelah selesai disusun oleh pemerintah.
Sementara itu, Direktur Penyiaran Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kemenkominfo Geryantika Kurnia menjelaskan bahwa pemerintah tidak pernah berusaha melemahkan KPI, justru menguatkannya.
Beberapa langkah yang dilakukan pemerintah dalam menguatkan fungsi KPI, misalnya, dengan memberi anggaran kepada KPI daerah sehingga KPID tidak perlu menarik dana secara mandiri. Cara lainnya adalah dengan memperpanjang masa jabatan anggota dan ketua KPI agar fungsi pengawasan lebih baik.
“KPI juga jabatannya ditingkatkan menjadi Sekjend sehingga selevel dengan DPR, MPR dan KPK. Sekarang pengangkatan karyawan dan programnya dilakukan sendiri,” kata Gery.