Bisnis.com, JAKARTA – Perseteruan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (Telkom) dengan penyedia layanan streaming video sesuai permintaan (VoD), Netflix kembali menyeruak setelah Telkom mengumumkan belum ada kesepakatan komersial dengan Netflix.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan bahwa setiap operator berhak melakukan kerja sama dengan beragam layanan video streaming.
Dia mengatakan bila tidak menguntungkan antara satu atau kedua belah pihak, pengambilan keputusan untuk pemberhentian kerja sama dalam waktu sementara dapat menjadi jalan keluar.
“Dan [kerja sama] yang tidak menguntungkan tentu bisa dihentikan. Cuma kan persoalannya apakah berani? Sebab misal Netflix kan sudah jadi bahan kompetisi dengan operator lain. Kemudian, sebelum menghentikan layanan dan fokus pada penyedia lainnya, tentu akan dihitung dampaknya [oleh Telkom],” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Selasa (22/9/2020).
Sekedar catatan, salah satu poin yang belum disepakati antara Telkom dan Netflix, ialah persoalan direct peering atau interkoneksi untuk menyalurkan heavy traffic konten video. Pasalnya, konten HD video Netflix sangat besar dalam mengkonsumsi bandwidth.
"Layanan video itu memang makan bandwidth alias kuota yang besar. Apalagi jika kategori high definition atau HD. Dengan jumlah pengguna makin besar, maka kebutuhan kapasitas jaringan juga makin besar," katanya.
Heru pun menilai bahwa tekanan pada kapasitas bandwidth akan mempengaruhi kualitas pelayanan, khususnya kecepatan internet dan dengan jumlah pengguna makin besar, maka kebutuhan kapasitas jaringan juga makin besar.
Selanjutnya, pada poin selanjutnya Telkom menjelaskan Netflix seharusnya tidak hanya meletakkan server di Singapura, tetapi juga di Indonesia.
Telkom pun juga meminta agar konten video resolusi tinggi ini harus terdistribusi ke jaringan CDN Telkom di Indonesia. Perusahaan tersebut menekankan Netflix wajib melakukan interkoneksi dengan CDN Telkom.
Heru mengatakan bahwa jika server berada di luar negeri, maka perlu ada koneksi jaringan ke sana tentu ada devisa dari Indonesia yang keluar.
“Hanya catatannya adalah seberapa besar jaringan kita terhubung ke server lokal, diisi aplikasi lokal, konten lokal dan muaranya adalah memberikan peningkatan ekonomi digital Indonesia. Jangan jadikan Indonesia hanya sebagai pasar,” ujarnya
Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Kristiono mengatakan bahwa kontraksi antara kedua perusahaan tersebut merupakan persoalan bisnis, yang mana sudah sewajarnya kedua perusahaan perlu untuk memutuskan kerja sama yang saling menguntungkan.
“Itu kan bisnis ke bisnis [antara Telkom dan Netflix] sehingga masing-masing pihak bertukar atas hal yang disepakati bersama,” ujarnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa pada kebiasaannya ketika dua perusahaan belum menemui kesepakatan baik teknis maupun komersial tentu akan berdampak pada layanannya yang tidak dapat diakses. Hal ini karena tidak ada dasar perjanjian yang disepakati.
Namun, pada kasus ini Telkom telah membuka blokir terhadap Netflix sejak 7 Juli 2020. Dia mengatakan bahwa segala kesepakatan perlu segera diselesaikan.
“Sebaiknya hal tersebut [kesepakatan komersial] tidak tertunda dalam waktu yang lama, karena terkait dengan jaminan pelayanan kepada pelanggan,” katanya.