Bisnis.com, JAKARTA - Peretas asal Iran, yang kemungkinan besar karyawan atau afiliasi pemerintah, telah menjalankan operasi spionase dunia maya yang luas dilengkapi dengan alat pengawasan yang dapat membobol sistem pesan terenkripsi.
Seperti dilansir dari The New York Times yang dikutip Bisnis.com, Sabtu (19/9/2020), kemampuan tersebut sebelumnya tidak diketahui dimiliki Iran.
Check Point Software Technologies, perusahaan teknologi keamanan siber, dan Miaan Group menyebut operasi tersebut tidak hanya menargetkan para pembangkang domestik, agama, dan etnis minoritas serta aktivis antipemerintah di luar negeri, tetapi juga dapat digunakan untuk memata-matai masyarakat umum di dalam Iran.
Dalam laporan tersebut, para peretas telah berhasil menyusup di ponsel dan komputer yang dianggap sudah aman milik target. Selain itu, mereka mampu mengatasi penghalang yang dibuat oleh aplikasi terenkripsi seperti Telegram, bahkan memperoleh akses informasi di WhatsApp.
Keduanya adalah alat perpesanan populer di Iran. Para peretas juga telah membuat malware yang menyamar sebagai aplikasi Android.
Menanggapi hal tersebut, juru bicara Telegram mengatakan perusahaan tidak mengetahui operasi peretas Iran. Namun, tidak ada layanan yang dapat mencegah peniruan dalam serangan phishing ketika seseorang meyakinkan pengguna untuk memasukkan credential mereka di situs web berbahaya.
Sementara itu, pihak WhatsApp enggan untuk berkomentar.
Menurut laporan unit intelijen Check Point, operasi spionase dunia maya sudah ada sejak 2014, dan berbagai kemampuannya tidak terdeteksi selama enam tahun. Miaan menelusuri operasi pertama hingga Februari 2018 dari email berbahaya yang menargetkan kelompok agama Sufi di Iran setelah konfrontasi kekerasan antara anggotanya dan pasukan keamanan Iran.