Bisnis.com, JAKARTA—Siapa tak kenal lithium, elemen tersebut sangat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari karena digunakan sebagai bahan baterai untuk ponsel pintar, dan yang terbaru untuk kendaraan listrik.
Namun, apa jadinya bila lithium berasal dari bintang seperti Matahari? Sebuah studi baru yang dipimpin oleh Zhao Gang dan Yerra Bharat Kumar dari Observatorium Astronomi Nasional Akademi Ilmu Pengetahuan Tiongkok (National Astronomical Observatories of Chinese Academy of Sciences/NAOC) memberikan pemahaman baru tentang bagaimana lithium dibuat, dan bagaimana itu dihancurkan.
Studi tersebut dipublikasikan di jurnal Nature pada kategori Astronomy, Senin (6/7/2020) dengan judul Discovery of ubiquitous lithium production in low-mass stars. Para peneliti mempelajari kandungan lithium dari ratusan ribu bintang mirip Matahari untuk memahami bagaimana elemen ini berubah seiring waktu di bintang.
"Lithium adalah elemen yang cukup istimewa. Studi kami menantang gagasan bahwa bintang seperti Matahari hanya menghancurkan lithium melalui kehidupan mereka," kata Yerra Bharat Kumar, seperti dikutip dari laman Phys.org, Senin (6/7/2020).
Dia mengungkapkan pengamatan mereka menunjukkan bahwa Bintang benar-benar membuatnya dalam kehidupan mereka, setelah mereka membengkak menjadi raksasa merah. Ini berarti, lanjutnya, bahwa Matahari sendiri juga akan memproduksi lithium di masa depan.
Lithium adalah salah satu dari tiga elemen yang diproduksi dalam Big Bang. Elemen itu akan hancur dengan sangat mudah di dalam bintang-bintang di mana itu terlalu panas untuk bertahan hidup, sehingga konten lithium umumnya berkurang seiring dengan bertambahnya usia bintang.
Lithium adalah elemen yang sangat sensitif. Untuk lebih memahami elemen sensitif ini, para peneliti menggunakan data dari survei spektroskopi bintang besar Tiongkok berdasarkan The Large Sky Area Multi-Object Fiber Spectroscopic Telescope (LAMOST). Survei tersebut saat ini sedang membangun basis data spektrum sepuluh juta bintang.
Penelitian ini juga menggunakan data dari survei bintang Australia yang dikenal sebagai GALAH. Kumar mengungkapkan dengan melihat cahaya bintang, kita dapat menentukan dari apa bintang-bintang itu dibuat.
"Model menunjukkan bahwa teori kita saat ini tentang bagaimana bintang berevolusi sama sekali tidak memprediksi produksi lithium ini. Dengan demikian, penelitian ini telah menciptakan ketegangan antara pengamatan dan teori," katanya.
Sementara itu, Zhao Gang mengungkapkan temuan mereka akan membantu peneliti untuk lebih memahami dan memodelkan bintang-bintang seperti Matahari.
"Karena lithium yang baru dibuat akan berakhir meledak bintang dalam angin bintang, itu juga akan membantu kita memahami bagaimana bintang-bintang ini berkontribusi pada konten lithium Galaxy kita, dan ke planet-planet seperti Bumi," ujarnya.