Antara Revisi UU Penyiaran dan Kesiapan Pengawasan OTT

Akbar Evandio
Rabu, 24 Juni 2020 | 17:07 WIB
ilustrasi. /istimewa
ilustrasi. /istimewa
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – RCTI dan iNews melalui kuasa hukumnya yakni TKNP Lawfirm baru saja mengajukan uji materiil kepada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran di Mahkamah Konstitusi..

Dalam gugatannya pada Senin (22/6/2020) lalu, kuasa hukum para pemohon M. Imam Nasef pemohon meminta semua layanan dan tayangan video berbasis spektrum frekuensi radio, termasuk siaran berbasis internet tanpa terkecuali tunduk kepada UU Penyiaran.

Dengan demikian, menurutnya, konten yang disediakan layanan over the top (OTT) juga harus mendapat pengawasan agar dapat dipastikan sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati diri bangsa.

"Uji materi ini tidak hanya berkaitan dengan kepentingan pemohon saja, tetapi juga di dalamnya ada kepentingan nasional, karena konten siaran yang dihadirkan layanan OTT juga dikonsumsi oleh khalayak publik," ujar Imam Nasef seperti dikutip dari siaran persnya, Rabu (24/8/2020).

Dia mengatakan, jika uji materiil dikabulkan, diharapkan kualitas isi siaran video berbasis Internet dapat dihindarkan dari pornografi, kekerasan serta kebohongan, kebencian, termasuk fitnah (hoax) dan sejenisnya.

Adapun, sebelumnya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mendesak agar revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dapat dikebut dan berpacu dengan perkembangan teknologi.

Komisioner KPI Pusat, Mimah Susanti mengatakan bahwa perombakan aturan dianggap penting untuk memperkuat fungsi pengawasan ke depan. Menurutnya, pihaknya tak punya kewenangan menindak media baru.

“UU Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran belum menjangkau keberadaan layanan media internet bersiaran. Walaupun di UU tersebut mencantumkan ‘media lainnya’, tetapi turunan dari poin ini secara eksplisit belum mengatur [penyiaran digital] di undang-undang,” ujarnya belum lama ini.

Menurutnya, keberadaan UU 32 tahun 2002 tentang penyiaran yang telah berusia 18 tahun ini dinilai sangat tertinggal dengan kemajuan teknologi serta berkembangnya media baru pada saat ini. Hal itu membuat kebutuhan pengawasan penyiaran melalui ranah digital belum dapat terpenuhi.

“Konten-konten layanan media internet bersiaran berpotensi tidak sehat dan tidak ramah terhadap semua usia maupun golongan serta tidak sesuai dengan ideologi, budaya, adat istiadat, dan merubah kebiasaan bangsa Indonesia. Hal ini karena konten kreator tidak terikat dengan regulasi penyiaran dan P3SPS, dalam membuat/memproduksi konten untuk disiarkan,” tuturnya.

Selama ini, dia melihat bahwa keberadaan media internet hanya diatur oleh UU ITE dengan ancaman hukuman pidana. Sementara, jika diatur ke dalam UU Penyiaran maka bisa dilakukan penataan dan pembinaan terhadap provider maupun konten kreator sehingga tidak mematikan industri kreatif di bidang IT.

“Prinsipnya bahwa sebuah media bersiaran berarti aturannya harus dikembalikan dengan asas dan selaras dengan pancasila dan UUD 1945,” jelasnya.

Namun demikian, apabila UU Penyiaran akhirnya direvisi, maka ketentuan dan skema pengawasan untuk industry penyiaran harus diperkuat dan dimutakhirkan.

Hal itu disampaikan oleh Ketua Asosiasi Televisi Siaran Digital Indonesia (ATSDI) Eris Munandar. Dia mengatakan bahwa revisi UU Penyiaran memang diperlukan. Namun menurutnya KPI perlu mempersiapkan skema dan alat yang tepat agar pengawasan dapat berjalan dengan baik.

“Dalam aspek perizinan saya membayangkan betapa lelahnya pemerintah dan KPI nantinya, bila seluruh konten yang banyak itu harus diawasi. Ini perlu diatur dalam skema yang terukur. Pihak regulator perlu membuat perizinan yang tepat untuk hal ini,” jelasnya.

Dia melihat bahwa pengawasan media konvensional pun belum terjamah dengan maksimal, sehingga Eris mendorong agar KPI juga segera untuk mempersiapkan kebutuhan untuk meminimalisir konten buruk. Menurutnya, penyiaran tidak hanya menghadirkan tontonan, melainkan juga tuntunan untuk mencerdaskan bangsa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Akbar Evandio
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper