Bisnis.com, JAKARTA — Nilai pasar dompet digital di Indonesia diprediksi bertumbuh hingga 16 kali lipat dalam 3 tahun ke depan.
Menurut laporan RedSeer, perusahaan konsultan bisnis asal India, nilai pasar dompet digital di Tanah Air yang hingga 2019 nilainya mencapai US$1,5 miliar diproyeksikan menyentuh angka US$25 miliar pada 2023.
Country Manager Asosiasi Periklanan Mobile Market Association (MMA) Indonesia Shanti Tolani menilai bahwa setidaknya terdapat dua hal yang memungkinkan tercapainya proyeksi tersebut, yakni promosi uang kembali dan potongan harga yang dilakukan secara agresif oleh perusahaan penyedia layanan dompet digital.
Sejauh ini, strategi tersebut bisa dikatakan efektif. Pasalnya, penerapan yang dilakukan oleh perusahaan penyedia layanan dompet digital mampu mendorong pertumbuhan, baik itu dari sisi volume transaksi kotor (gross transaction volume/GTV) maupun jumlah pelanggan.
GoPay, yang diluncurkan pada 2016 silam, saat ini memimpin dalam hal GTV dibandingkan dengan layanan lain seperti LinkAja dengan berkontribusi terhadap 30 persen transaksi nontunai (cashless) di Indonesia.
Managing Director GoPay Budi Gandasoebrata mengatakan bahwa pertumbuhan transaksi uang elektronik tertinggi GoPay terjadi di luar wilayah Jabodetabek.
"Kami melihat pasarnya masih sangat luas, terutama di luar Jabodetabek. Hal ini sejalan dengan data E-conomy yang dirilis Google, Temasek, dan Bain yang memperkirakan nilai transaksi atas layanan berbasis digital di wilayah rural dan kota kecil tumbuh empat kali lipat di sepanjang 2019—2025," ujarnya Budi kepada Bisnis, Kamis (2/1/2020).
Sementara itu, dari sisi jumlah pelanggan pemain besar dompet digital seperti GoPay, LinkAja, dan OVO berhasil memiliki jumlah pengguna hingga mendekati 28 juta orang pada 2017.
Pada tahun yang sama, jumlah pengguna layanan dompet digital secara keseluruhan di Indonesia lebih dari 40 juta orang dari total 7 layanan.
GoPay memiliki lebih dari 420.000 rekan usaha di seluruh Indonesia yang bertransaksi menggunakan GoPay dan 90 persen di antaranya adalah usaha mikro, kecil, dan menengah yang terdiri atas pedagang kaki lima, kantin, dan warung kelontong dengan layanan sudah beroperasi di 390 kota, termasuk di kota-kota di mana Gojek belum beroperasi. Namun, progres pemanfaatan uang elektronik di Indonesia dikatakan masih berhadapan dengan urusan jumlah transaksi.
Berdasarkan hasil dari sejumlah survei eksternal yang dilakukan GoPay, kata Budi, jumlah transaksi uang elektronik di Indonesia masih terbilang kecil.
Budi tidak menjelaskan angka spesifik jumlah transaksi uang elektronik di Indonesia. Namun, berdasarkan data Statistik Sistem Keuangan Indonesia Bank Indonesia Desember 2019, volume transaksi belanja uang elektronik di Indonesia pada November 2019 tercatat turun dari bulan sebelumnya dari 510 juta menjadi 483 juta.