Ditenggat 1 Tahun, Penyedia Layanan OTT Wajib Terdaftar

Rahmad Fauzan
Selasa, 5 November 2019 | 09:34 WIB
Dua orang membuka laman Google dan aplikasi Facebook melalui gawainya di Jakarta, Jumat (12/4/2019). Pemerintah menerbitkan Permenkeu tentang Badan Usaha Tetap (BUT) untuk mengejar pemasukan pajak dari perusahaan asing yang berbasis di luar negeri namun bertransaksi dan memperoleh penghasilan di Indonesia termasuk perusahaan besar 'Over The Top' (OTT) atau daring seperti Google, Facebook, Youtube dan lain-lain./ANTARA-Akbar Nugroho Gumay
Dua orang membuka laman Google dan aplikasi Facebook melalui gawainya di Jakarta, Jumat (12/4/2019). Pemerintah menerbitkan Permenkeu tentang Badan Usaha Tetap (BUT) untuk mengejar pemasukan pajak dari perusahaan asing yang berbasis di luar negeri namun bertransaksi dan memperoleh penghasilan di Indonesia termasuk perusahaan besar 'Over The Top' (OTT) atau daring seperti Google, Facebook, Youtube dan lain-lain./ANTARA-Akbar Nugroho Gumay
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Akses operasi platform over the top (OTT) di Indonesia akan ditutup oleh pemerintah apabila dalam waktu satu tahun sejak Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik para penyelenggara sistem elektronik tidak mendaftarkan perusahaan masing-masing.

Direktur Jenderal Aplikasi Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Semuel Abrijani Pengerapan mengatakan perihal tata kelola konten digital tersebut telah disosialisasikan oleh pemerintah dengan pihak penyelenggara sistem elektronik di mana mekanisme penerapanya juga tengah disiapkan.

"Dengan prinsip tata kelola konten di PP No.71/2019, platform seperti Facebook dan Twitter harus aktif dalam menindak konten-konten yang dinyatakan ilegal. Jadi saya tidak perlu lagi memerintahkan platform tersebut untuk menindaklanjuti konten2 terlarang," ujar Semuel dalam diskusi Forum Merdeka Barat (FMB) di Kantor Kemenkominfo di Jakarta, Senin (4/11/2019).

Semuel mengatakan Kemenkominfo akan melakukan patroli terhadap platform dan mengenakan sanksi ketika ditemukan konten-konten yang tidak sesuai dengan aturan.

Adapun, dalam tata kelola dan modernisasi konten yang disiapkan oleh Kemenkominfo, penyelenggara sistem elektronik yang melakukan pelanggaran akan dikenakan denda administatif berupa denda serta pemutusan akses.

Terkait dengan denda yang akan dikenakan kepada penyelenggara sistem elektronik, pemerintah dikatakan sedang menyusun kisaran denda mulai dari Rp100 juta sampai dengan Rp500 juta per konten yang akan diatur dalam waktu dekat.

Pemerintah juga telah mengategorikan beberapa jenis konten sebagai konten yang tidak sesuai dengan aturan, seperti konten pornografi, konten terorisme, konten kekerasan yang mempertotontonkan kekejian terhadap manusia, dan beberapa konten lain.

Dalam proses sosialisasi tata kelola konten yang dilakukan pemerintah terhadap penyelenggara sistem elektronik disebutkan bahwa telah dibahas mengenai masalah mekanisme terkait dengan tata kelola konten digital.

"Dalam sosialisasi kami hanya ingin menyampaikan mengenai masalah mekanisme tersebut supaya bisa berjalan dengan lancar. Saya tidak peduli mereka setuju atau tidak setuju. kalau enggak setuju ya jangan beroperasi di Indonesia. Kalau mau beroperasi di Indonesia ikuti aturannya, kalau tidak mau jangan beroperasi di Indonesia," tegas Semuel.

Semuel pun melanjutkan, salah satu penyelenggara sistem elektronik asing, yakni Facebook, merupakan platform yang sudah beroperasi di Indonesia tetapi belum terdaftar.


Facebook menolak berkomentar ketika dimintai keterangan oleh Bisnis.com terkait dengan perihal registrasi dan tata kelola konten pemerintah.

Kepala Divisi Akses Atas Informasi Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) Unggul Sagena mengatakan sistem tata kelola konten tersebut dalam beberapa kesempatan sebelumnya telah disampaikan oleh pihak Kemenkominfo.

Namun, ujarnya, sampai dengan saat ini pemerintah belum mengungkapkan bentuk nyata tata kelola konten digital yang telah terspesifikasi.

Adapun, Unggul menilai kewajiban mendaftar bukan merupakan hal yang memberatkan bagi platform digital, terutama jika aturan yang diterapkan sesuai dengan syarat ketentuan dan panduan yang ditetapkan oleh platform.

"Tinggal bagaimana sanksinya. apakah cukup memberatkan atau tidak. Perlu dicek apakah ketentuan mendaftar itu dibarengi dengan syarat yang memberatkan atau tidak," ujarnya kepada Bisnis.com, Senin (4/11/2019).

Dia melanjutkan adanya kewajiban bagi platform untuk mendaftarkan diri juga harus diiringi dengan perlindungan terhadap pengguna platform.

Dengan kata lain, kewajiban mendaftar bagi platform digital juga harus dibarengi dengan tanggung jawab oleh pemerintah, terutama terkait dengan masalah kerugian pengguna, baik materiel maupun imateriel.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Rahmad Fauzan
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper