Industri Kecantikan Indonesia, Pasar yang Terus Menggelembung

Puput Ady Sukarno & Fitri Sartina Dewi
Rabu, 21 Agustus 2019 | 17:51 WIB
Ilustrasi/Antara
Ilustrasi/Antara
Bagikan

Minat masyarakat terhadap produk-produk perawatan diri dan kecantikan menunjukkan tren peningkatan setiap tahunnya. Akibatnya, jumlah pemain di industri tersebut terus meningkat.

Berdasarkan kajian yang dilakukan Euromonitor, potensi bisnis dari industri kecantikan dan perawatan di Indonesia pada 2019 ditaksir mencapai US$6 miliar. Jumlahnya diprediksi masih terus meningkat hingga beberapa tahun ke depan. Pada 2022 potensinya diperkirakan bisa mencapai US$8,4 miliar.

Co-Founder sekaligus CEO Sociolla John Rasjid mengatakan, untuk menggarap peluang tersebut, pihaknya terus mengembangkan inovasi dan terobosan baru. Berbagai pengembangan dilakukan untuk menjadikan Sociolla selalu relevan dengan industri dan pelanggan.

“Kami ingin menjadi yang terbaik di bidang yang kami kerjakan. Saat ini, masih banyak sekali PR, karena ada banyak rencana besar yang ingin diwujudkan,” ujarnya.

Untuk mengikuti perkembangan tren dan kebutuhan pasar, Sociolla yang tadinya hanya melakukan pemasaran secara online, tetapi baru-baru ini perusahaan juga mulai merambah ke offline store. Hal itu dilakukan semata untuk memberikan pengalaman terbaik kepada para pelanggannya.

Sebagai perusahaan teknologi yang bergerak di industri kecantikan, John mengungkapkan bahwa ada beberapa tantangan yang harus dihadapi. Tantangan yang pertama ialah dari sisi SDM.

“Sampai dengan saat ini masih sangat sulit untuk mendapatkan SDM yang punya pemikiran di bidang teknologi, tetapi juga punya pengetahuan mengenai industri kecantikan,” ungkapnya.

Tantangan SDM sebenarnya tidak hanya dihadapi oleh Sociolla. John mengungkapkan, perusahaan rintisan lainnya pun sebenarnya menghadapi tantangan yang sama. Oleh sebab itu, tak jarang talenta-talenta dengan kemampuan yang memadai seringkali diperebutkan oleh perusahaan-perusahaan lainnya.

Tantangan lainnya yang juga dihadapi ialah parallel import cosmetics, serta peredaran kosmetik ilegal, dan kosmetik palsu. John mengatakan, peredaran kosmetik palsu yang merugikan konsumen bisa merusak kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan yang bergerak di sektor kecantikan.

Untuk menjaga kepercayaan konsumen, dan menjamin kualitas produk. John menegaskan bahwa Sociolla berkomitmen hanya untuk memasarkan produk-produk kecantikan dan perawatan yang tersetifikat oleh BPOM.

Namun, konsekuensi dari komitmen tersebut ialah pihaknya sulit untuk bersaing dengan reseller kosmetik yang bisa menjual lebih banyak produk.

“Untuk mengatasi tantangan tersebut, maka kami melakukan terobosan dengan menghubungi langsung brand-nya. Kami mencoba meyakinkan, dan mempromosikan bahwa Indonesia merupakan potensi pasar yang sangat menjanjikan,” ucapnya.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Editor : Hendra Wibawa
Sumber : Bisnis Indonesia
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper