Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Indonesia siap untuk menindak operator telekomunikasi asal Arab Saudi yang menjual kartu perdana kepada jemaah haji di Indonesia.
Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan Veri Anggrijono mengatakan, pemerintah saat ini sedang melakukan penyelidikan terhadap praktik penjualan kartu perdana asal Arab Saudi, dengan merek Zain, kepada jemaah haji asal Indonesia di beberapa embarkasi.
Menurutnya, otoritas perdagangan RI saat ini sedang menunggu laporan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terkait dengan kepemilikan izin usaha perdagangan di dalam negeri oleh operator telekomunikasi tersebut.
Veri menambahkan saat ini dia telah menerjunkan tim untuk melakukan investigasi terhadap laporan dugaan pelanggaran praktik perdagangan ilegal tersebut.
“Jika terbukti penjual kartu perdana itu tidak memiliki izin usaha perdagangan terhadap produk yang diimpor di dalam negeri, maka akan kami kenakan sanksi sesuai ketentuan hukum di Undang-Undang No.7/2014 tentang Perdagangan,” katanya saat dihubungi, Minggu (21/7)
Dia mengatakan, apabila proses perdagangan kartu perdana tersebut dilakukan oleh badan usaha, maka tindakan sanksi sesuai dengan UU Perdagangan pasal 106 akan diberlakukan.
Dalam beleid itu diatur bahwa pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha perdagangan, tanpa memiliki perizinan di bidang perdagangan, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak Rp10 miliar.
“Penjual dalam bentuk badan usaha harus bisa membuktikan diri praktik penjualannya sah, dengan menunjukkan surat izin usaha perdagangan [SIUP]. Sementara itu, kalau penjualnya ternyata perorangan dengan modal di bawah Rp50 juta, akan kami kenakan peringatan,” ujarnya.
Sementara itu, terkait dengan keluhan jemaah haji yang mengalami kesulitan dalam mendapatkan paket layanan telekomunikasi yang dijanjikan oleh Zain ketika digunakan di Arab Saudi, pemerintah belum dapat mengambil tindakan.
Pasalnya, kata Veri, perdagangan jasa tersebut dilakukan di luar Indonesia yakni ketika kartu perdana tersebut diaktifkan dan digunakan di Arab Saudi.
Hal itu membuat Pemerintah Indonesia tidak bisa melakukan penindakan sesuai dengan ketentuan perlindungan hak konsumen di wilayah Indonesia.
“Untuk itu kami mengimbau para jemaah haji menggunakan operator lokal Indonesia yang sudah banyak bekerja sama dengan operator Arab Saudi dalam menyediakan jasa roaming, supaya langkah perlindungan konsumen dapat dilakukan oleh pemerintah,” jelasnya.
Dihubungi secara terpisah, Plt Kepala Biro Humas Kemenkominfo Ferdinandus Setu mengaku belum mendapatkan informasi yang lengkap mengenai praktik penjualan kartu perdana oleh operator telekomunikasi asal Arab Saudi di Indonesia.
“Kami belum bisa memberikan komentar secara lengkap. Kami masih mengumpulkan informasi secara mendalam sebelum akhirnya melakukan tindakan atau kebijakan yang tepat,” katanya.
Di sisi lain, Anggota Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Setyardi Widodo mengatakan, pemerintah Indonesia tidak dapat memastikan dan memantau kualitas layanan operator asal Arab Saudi.
Pasalnya, jasa yang dijual oleh operator asing tersebut baru dapat digunakan di luar negeri.
“Namun, harapan kami, operator telekomunikasi asal Arab Saudi jangan berjualan di Indonesia. Hal itu akan menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat. Sebab, operator telekomunikasi asal Indonesia juga berjualan jasa layanan untuk haji di Arab Saudi, yang dilakukan dengan menggandeng operator di negara tersebut,” jelasnya.
Untuk itu, dia meminta penyedia jasa layanan telekomunikasi asal Indonesia meningkatkan inovasi layanannya kepada jemaah haji.
Langkah itu, menurutnya, akan membuat jemaah haji memilih menggunakan jasa operator telekomunikasi asal Indonesia, dibandingkan dengan membeli kartu perdana dari Arab Saudi.
Di tempat terpisah, Ketua Haruan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi meminta pemerintah untuk melarang penjualan kartu perdana dari operator Arab Saudi pada jemaah haji Indonesia.
Dia mengatakan, selama ini praktik penjualan kartu perdana tersebut dilakuan melalui travel haji atau umroh.
“Penjualan kartu perdana asal Arab Saudi di Indonesia ini berpotensi merugikan negara karena memunculkan potensi pendapatan pajak negara yang hilang. Oleh karenanya, praktik ini juga berpotensi melanggar Undang-Undang tentang Perdagangan,” ujarnya seperti dikutip dari keterangan resminya.
Untuk itu dia mendesak Kemendag untuk melarang penjualan kartu perdana tersebut di Indonesia, terutama apabila ditemukan bukti penjualan produk tersebut tidak disertai dengan izin berusaha di Indonesia atas produk yang diimpor.
Selain itu, lanjutnya, kartu perdana asal Arab Saudi itu jika digunakan oleh jemaah haji, akan membuat upaya perlindungan konsumen Indonesia menjadi terbatas.
Para jemaah haji pun akan kesulitan untuk melakukan komplain apabila mereka mengalami gangguan ketika menggunakan jasa layanan telekomunikasi tersebut.
Sebelumnya, operator seluler Indonesia (Telkomsel, XL Axiata, Indosat Ooredoo, dan Smartfren) berpacu menebar paket promo haji yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan, dengan tujuannya agar pelanggan tidak perlu mengganti kartu sim Indonesia saat berada di Arab Saudi.