Bisnis.com, JAKARTA - Uber yang menjadi salah satu perusahaan rintisan dengan valuasi tinggi sekitar US$72 miliar sudah melantai di bursa pada bulan lalu. Nah, berikut ini 5 perusahaan rintisan yang masih private company dengan valuasi tertinggi.
1. Toutiao [Bytedance]
Bytedance adalah perusahaan rintisan di balik aplikasi TikTok dan Babe. Seperti dikutip dari CBInsight, perusahaan asal China itu memiliki valuasi senilai US$75 miliar.
Nilai valuasi Bytedance itu lebih tinggi ketimbang kapitalisasi pasar Uber yang sudah melantai di bursa saat ini. Kapitalisas pasar Uber sampai Selasa (11/06/2019) senilai US$72,25 miliar.
Dikutip dari Nikkei, Bytedance sudah menjadi perusahaan rintisan dengan valuasi tertinggi melewati Uber sejak November 2018. Lonjakan valuasi Bytedance itu seiring dengan pendanaan senilai US$3 miliar dari Softbank Grup.
TikTok menjadi penggerak utama pertumbuhan bisnis Bytedance. Aplikasi TikTok memberikan fasilitas kepada penggunanya lewat rekaman video pendek yang bisa ditambahkan musik dan dibagikan agar dilihat lebih banyak orang.
Konon, banyak pelawak profesional yang menggunakan aplikasi ini. Beberapa pemain bulu tangkis profesional asal China seperti, Shi Yuqi pun rajin bermain TikTok.
Selain TikTok dan Babe, produk Bytedance lainnya adalah Faceu, Helo, News Republic, Vigo Video, Buzz Video, dan TopBuzz.
Baca Juga IPO Uber, Apa yang Ditawarkan? |
---|
2. Didi Chuxing
Go-Jek dan Grab boleh bersaing ketat di Asean untuk urusan transportasi daring, tetapi Didi Chuxing adalah raja transportasi daring di China. Bahkan, Uber pun dibuat bertekuk lutut ketika mencoba pasar Negeri Panda tersebut.
Saat ini, valuasi Didi Chuxing ditaksir sekitar US$56 miliar dengan deretan investornya yakni, Matrix Partners, Tiger Global Management, dan Softbank Corp.
Didi Chuxing yang berbasis di Beijing didirikan pada 2012. Peluncuran Didi pun merusak rencana besar Uber di pasar China.
Alhasil, Uber menyerah di pasar China pada 2016 dan memutuskan merger dengan Didi senilai US$35 miliar.
Di sisi lain, Didi mencoba pasar baru pada 2018. Perusahaan rintisan asal China itu mengakuisisi perusahaan transportasi daring asal Brasil 99. Langkah itu menjadi bagian ekspansi Didi di Amerika Latin.
Namun, kabar kurang mengenakkan muncul dari Didi pada awal 2019. Didi dikabarkan bakal memberhentikan sekitar 2.000 karyawannya pada tahun ini.
Ini adalah pengurangan terbesar pertama di perusahaan transportasi daring tersebut. Saat ini, mereka memang tengah menghadapi pengawasan ketat dari pemerintah akibat reaksi publik atas kasus pembunuhan dua penggunanya.
Didi menawarkan 9 layanan kepada konsumennya yakni, DiDi Express, DiDi Premier, DiDi Taxi, DiDi Hitch, DiDi Enterprise Solutions, DiDi Bus, DiDi Designated Driving, DiDi Luxe, dan DiDi Bike.
3. WeWork
Perusahaan rintisan dengan valuasi tertinggi ketiga kali ini berasal dari Amerika Serikat yakni, WeWork.
Dari data CBInsight, valuasi WeWork saat ini senilai US$47 miliar. WeWork memiliki lini bisnis jasa untuk mencari ruang kerja bersama untuk perkantoran sampai pekerja lepas.
Namun, model bisnis WeWork itu dinilai sangat rentan terguncang oleh kondisi ekonomi.
Perusahaan rintisan Paman Sam itu dikabarkan berencana melantai di bursa demi bisa menghimpun sekitar US$20 miliar demi ekspansi selama satu dekade ke depan.
Namun, kabar mengejutkan muncul pada akhir Mei 2019, WeWork dikabarkan tengah berbicara dengan bank untuk mengajukan pinjaman senilai US$7,5 miliar.
Seperti dikutip dari Los Angeles Times, pihak WeWork enggan berkomentar terkait kabar pengajuan pinjaman bank tersebut.
Padahal, WeWork dikabarkan sudah mengajukan dokumen untuk melantai di Wall Street.
Rencana penawaran saham perdana WeWork sempat diprediksi bakal menjadi yang terbesar setelah Uber yang menghimpun US$8,1 miliar.
Kondisi keuangan WeWork saat ini pun masih merugi. Perusahaan itu mencatat kerugian naik dua kali lipat menjadi US$1,93 miliar.
Namun, WeWork mengklaim kerugiannya sudah menipis menjadi US$264 juta kuartal I/2019.
Nah, investor pun akan diuji seleranya jika WeWork bakal merampungkan aksi penawaran saham perdana. Pasalnya, investor bisa dibilang kecewa dengan debut perusahaan rintisan seperti, Uber, ketika melantai di bursa pada bulan lalu.
4. JUUL Labs
Buat para pecinta vape atau rokok elektrik harusnya tahu perusahaan rintisan bernama JUUL Labs. Pasalnya, lini bisnis JUUL Labs adalah perusahaan rintisan yang menjual produk rokok elektrik.
Namun, JUUL Labs bukan sekedar penjual, tetapi juga membentuk komunitas rokok elektrik yang memiliki misi menekan jumlah perokok.
Dalam situs resminya, JUUL Labs menjelaskan rokok elektrik digunakan untuk menekan jumlah perokok. Namun, jika bukan perokok aktif mencoba rokok elektrik dampaknya akan negatif. JUUL pun memiliki misi mengurangi jumlah perokok, tetapi tidak ingin bukan perokok aktif mencoba rokok elektrik tersebut.
JUUL memaparkan riset dan opini terkait rokok dan sebagainya. Bahkan, perusahaan rintisan itu menjelaskan produknya mengandung nikotin, dan zat nikotin bisa membuat adiktif.
Perusahaan rintisan Amerika Serikat itu memiliki valuasi sekiatar US$38 miliar. JUUL Labs menembus valuasi US$1 miliar pada 20 Desember 2017.
Sepanjang tahun ini, JUUL Labs cukup ekspansif melebarkan sayapnya.
Teranyar, JUUL Labs dikabarkan telah menyewa kantor di Central Austin, Texas.
Selain itu, JUUL juga telah menandatangani sewa untuk seluruh gedung Bouldin Creek di ujung timur South Lamar Boulevard, Austin.
Tak hanya di Amerika Serikat (AS), JUUL Labs juga melebarkan sayap ke Asia Pasifik pertama kali pada Mei 2019. Penjaja rokok elektrik itu menjajal pasar Korea Selatan.
Pendiri JUUL James Mosees dan Adam Bowen mengatakan, mereka ingin membuat perubahan di Korea Selatan.
"Kami menawarkan alternatif yang lebih baik untuk 9 juta perokok di sini," ujarnya.
5. Airbnb
Airbnb menjadi perusahaan rintisan kelima yang memiliki valuasi paling besar. Perusahaan asal Amerika Serikat (AS) itu memiliki valuasi senilai US$29,3 miliar.
Pada tahun ini, Airbnb Inc mengumumkan ekspansinya ke Jepang. Sebelumnya, Airbnb sudah menjamah Negeri Sakura itu, tetapi sempat bermasalah karena aturan pemerintah setempat pada 2018.
Jepang memang mengatur kewajiban pemilik akomodasi berbagi untuk mendaftarkan diri ke pemerintah. Pengajuan pendaftaran itu memiliki batasan komersial hingga 180 hari dalam setahun.
Aturan itu diperparah dengan kebijakan yang menyerahkan semua kewenangan itu kepada pemerintah daerah.
Akibat kebijakan itu, pemilik akomodasi terdaftar di Airbnb turun drastis.
Airbnb pun masih optmistis keberadaannya di Jepang mampu merevitalisasi pariwisata di luar Osaka dan Kyoto, serta bisa memanfaatkan rumah kosong yang tersebar di seluruh Jepang.