Bisnis.com, JAKARTA – Tekanan pemerintah Amerika Serikat (AS) terhadap Huawei Technologies berdampak serius. Akibatnya, semakin banyak pelanggan yang ingin melepaskan gawai produksi raksasa teknologi asal China ini.
Sayangnya, banyak peritel telepon seluler di sejumlah negara Asia menolak menerima ponsel-ponsel Huawei yang ingin ditukarkan oleh para pemiliknya.
“Sebelumnya, sekitar lima orang sehari ingin menukarkan ponsel Huawei mereka, tetapi angka itu telah melonjak menjadi 20 dalam 2 hari terakhir,” tutur Zack, seorang salesman di Mobile Square, Singapura.
“Biasanya, Anda melihat orang yang ingin menukar ponsel lama mereka karena ingin menggantinya dengan yang baru. Kini, Anda melihat orang-orang justru ingin menukarkan ponsel terbaru mereka,” lanjutnya.
Fakta ini berkembang di tengah meningkatnya kekhawatiran konsumen atas larangan pemerintah AS terhadap Huawei untuk memperoleh komponen dan teknologi dari perusahaan-perusahaan AS tanpa persetujuan Pemerintah AS.
Selain menekan Huawei, larangan ini pada saat yang bersamaan juga mempengaruhi banyak perusahaan di AS karena tidak dapat bekerja sama dengan raksasa teknologi asal China itu.
Google adalah salah satu di antara perusahaan-perusahaan yang menangguhkan bisnisnya dengan Huawei. Anak perusahaan Alphabet Inc. ini telah menyatakan akan mematuhi perintah Presiden AS Donald Trump untuk berhenti memasok Huawei.
Ini berarti para pemilik ponsel Huawei saat ini akan terputus dari pembaruan sistem operasi Android mulai akhir Agustus. Ponsel-ponsel baru besutan Huawei akan kehilangan akses ke aplikasi-aplikasi populer seperti YouTube dan Chrome.
Atas dasar inilah semakin banyak pelanggan Huawei yang terlihat melepaskan ponsel mereka karena kekhawatiran bahwa terhentinya hubungan bisnis Google dengan Huawei bakal berdampak pada layanan.
Menurut data peritel dan marketplace online, konsumen-konsumen di Singapura dan Filipina termasuk yang bergegas menjual ponsel Huawei mereka.
“Jika kami membeli sesuatu yang tidak berguna, bagaimana kami akan menjualnya?” tanya Dylan On, seorang salesman di Wanying Pte Ltd, sebuah toko ritel dan reparasi di Singapura.
“Bukan berarti [ponsel] Huawei produk yang buruk. Ini produk yang sangat bagus. Hanya saja tidak ada yang mau membelinya saat ini karena kebijakan AS,” tambahnya.
On pribadi mencoba menyiasati kondisi tersebut dengan menjual stok Huawei yang ada secara online kepada pembeli di luar negeri dengan harapan bahwa mereka belum awas atas perkembangan terkini.
Ketika dihubungi oleh Reuters, seorang juru bicara Huawei mengatakan perusahaan akan terus memberikan update keamanan dan layanan purna jual untuk semua produk smartphone dan tablet Huawei maupun Honor yang ada.
Sebelumnya, perusahaan mengungkapkan tengah mengembangkan perangkat lunak ponsel sendiri dan masih dapat menggunakan versi Android "open source" yang tidak memiliki akses ke aplikasi Google.
Huawei juga melanjutkan peluncuran ponsel barunya di Inggris pada Selasa (21/5/2019), bahkan ketika jumlah pengguna yang menjual ponsel-ponsel mereka meningkat di Asia.