Harga Sewa Jaringan di MRT Terus Dikeluhkan

Leo Dwi Jatmiko
Kamis, 28 Maret 2019 | 15:23 WIB
Penumpang keluar Stasiun MRT Bundaran HI menuju Halte Transjakarta Bundaran HI yang telah terintegrasi di Jakarta, Selasa (26/3/2019)./ANTARA-Wahyu Putro A
Penumpang keluar Stasiun MRT Bundaran HI menuju Halte Transjakarta Bundaran HI yang telah terintegrasi di Jakarta, Selasa (26/3/2019)./ANTARA-Wahyu Putro A
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Hampir semua operator seluler mengeluhkan harga sewa infrastruktur jaringan seluler di lintasan MRT Jakarta yang disediakan oleh PT Tower Bersama Infrastructure Tbk.

CEO PT XL Axiata Tbk., Dian Siswarini mengatakan perseroan masih mempertimbangkan untuk memasang jaringan di jalur MRT. Dian menilai harga sewa yang dipatok oleh TBIG terlalu mahal.

“Betul [gap harga sewa terlalu mahal], memang terlalu mahal sekali,” kata Dian.  

President Director & CEO PT Indosat Tbk. (Indosat Ooredoo) Chris Kanter juga menila harga sewa perangkat pasif di jalur MRT yang dibanderol oleh TBIG  terlalu mahal.

Chris mengatakan tarif sewa perangkat di jalur MRT mencapai Rp600 juta per bulan. Padahal menurut Chris, untuk sewa setahun tidak sampai Rp600 juta.

Chris tidak memiliki angka ideal untuk tarif sewa di kawasan MRT, akan tetapi dengan melihat panjang terowongan MRT yang akan digelar jaringan oleh operator seluler, seharusnya harga sewa yang ditawarkan tidak semahal itu.

"Bukan kemahalan lagi, tapi mahal banget. Jelas tidak bisa lah, ini kan pelayanan publik. Bahwa ada investasi jelaslah masa dirugikan, mesti sama-sama untung, tapi tentunya tidak seperti itu [harga sewanya]," kata Chris.

Chris menuturkan dengan harga sewa yang sangat mahal tersebut, perseroan mempertimbangkan memasang jaringan di jalur MRT.

“Kami bagaimana teman-teman, sekarang sedang dibahas oleh ATSI (Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia). Yang pasti harganya, kalau tidak [mahal] pasti tidak akan mengeluh [operator seluler],” kata Chris.

Sementara itu, Wakil Direktur Utama PT Hutchison 3 Indonesia (Tri Indonesia), Danny Buldansyah menilai harga ideal untuk sewa perangkat pasif di jalur MRT Jakarta fase I dikisaran Rp100 juta—Rp200 juta per bulan atau setara dengan Rp1,2 miliar—Rp2,4 miliar per tahun. Harga tersebut menurutnya dihitung berdasarkan nilai keekonomisan dan benchmark bandara Soekarno-Hatta.

 “MRT kan belum ada benchmarknya, tetapi kalau di Bandara harga sewanya sampai Rp200 juta per bulan, menurut saya kisaran harga sewanya seperti itu,” kata Danny.

Danny menambahkan meski Rp200 juta merupakan angka ideal, dalam menentukan tarif sewa, dia tidak menafikan diperlukan juga pertimbangan biaya investasi pembangunan, biaya sewa/kontribusi, biaya maintenance dan operasi yang telah dilakukan oleh TBIG.

Danny optimis dalam diskusi yang sedang dibangun antara ATSI dengan sejumlah pemangku kepentingan saat ini, akan keluar keputusan yang memberi keuntungan bagi semua pihak.

“Kami optimistis akan tercapai hasil kerja sama yang win-win untuk semua pihak baik bagi operator, provider, MRT maupun pelanggan,” kata Danny.

Per Rabu (27/3/2019), baru ada dua operator yang menggelar jaringan di lintasan bawah tanah MRT Jakarta yaitu PT Smartfren Telecom Tbk. dan PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel).

Smartfren memutuskan untuk menggelar jaringan setelah sebelumnya mengeluhkan harga sewa yang ditawarkan TBIG. Adapun, Telkomsel menyatakan diskusi soal harga sewa perangkat pasif terus berlanjut meskipun anak usaha PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. tersebut telah menyediakan layanan di lintasan MRT Jakarta.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper