Bisnis.com, JAKARTA -- Fenomena alam kembali terjadi pada Jumat (15/3/2019). Meski namanya agak mengerikan, tapi badai matahari disebut sebagai fenomena alam yang biasa terjadi.
Badai matahari kali ini juga tidak akan berdampak signifikan terhadap Indonesia. Posisi Indonesia yang berada di ekuator menjadi sebab minimnya dampak yang akan timbul dari fenomena alam itu.
Terjadinya badai matahari hari ini diketahui pertama kali dari pengumuman layanan cuaca Inggris, Met Office. Dilansir dari laman Express, Rabu (13/3), Met Office menyebut badai matahari dapat melumpuhkan GPS, sinyal ponsel, dan TV digital.
Dampak-dampak tersebut bisa dikatakan mengerikan bagi manusia di era modern. Bayangkan saja apa jadinya bila dalam beberapa waktu manusia kehilangan sinyal telekomunikasi, GPS, dan TV. Hampir dipastikan kekacauan akan terjadi sesaat.
Tetapi, peneliti sains antariksa Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) Rhorom Priyatikanto menyatakan badai matahari merupakan fenomena biasa. Badai matahari muncul akibat adanya flare dan lontaran massa korona di matahari.
Dia mengungkapkan fenomena ini sering terjadi saat puncak aktivitas matahari dan jarang ditemui saat fase minimum seperti sekarang ini. Aktivitas matahari diperkirakan akan kembali memuncak sekitar 2025.
Rhorom menjelaskan saat badai matahari, ada angin surya (solar wind) yang keluar dari matahari ke antariksa. Angin surya keluar lantaran munculnya lubang di atmosfer matahari, atau dikenal dengan sebutan lubang korona.
“Angin surya hampir mirip seperti angin yang kita rasakan sehari-hari, hanya saja banyak berisikan proton dan elektron dengan kerapatan jauh lebih rendah dari angin di atmosfer Bumi,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (15/3).
Keberadaan angin surya itulah yang bisa memicu gangguan di planet-planet yang mengelilingi matahari, termasuk Bumi. Peristiwa itu bisa memicu badai geomagnet skala kecil dan sedang, yakni gangguan pada medan magnet Bumi.
Kejadian inilah yang diperkirakan sejumlah ilmuwan terjadi beberapa hari terakhir. Tetapi, Rhorom memastikan badai kecil itu tidak berdampak signifikan bagi aktivitas manusia dan aset manusia di luar angkasa.
“Pada kasus badai yang lebih kuat (tentu jarang terjadi), gangguan yang ditimbulkan dapat lebih parah seperti kerusakan jaringan transmisi listrik, kerusakan pada satelit, serta gangguan pada ionosfer yang berdampak pada transmisi sinyal satelit (GPS, dan sebagainya),” paparnya.
Warga menerima panggilan masuk melalui telepon genggamnya di pelosok Mosairo, Nabire, Papua, Selasa (11/7)./ANTARA-Indrayadi TH
Keuntungan Indonesia
Masyarakat Indonesia pun dinilai tak perlu khawatir bakal mengalami gangguan dalam beraktivitas akibat badai matahari kali ini. Selain karena kekuatannya tidak besar, badai matahari tersebut juga tak akan mengganggu kehidupan masyarakat, terutama di Indonesia, lantaran posisi negara ini yang berada di ekuator.
Menurut Rhorom, dampak badai matahari atau geomagnet bisa beragam bagi negara-negara di dunia. Perbedaan dampak dipengaruhi letak negara.
“[Negara] Di lintang tinggi, badai matahari ekstrim bisa memicu arus yang dapat merusak jaringan listrik. Di lintang rendah atau dekat ekuator, proses tersebut hampir tidak terjadi,” ucapnya.
Dikutip dari Tempo, besaran badai geomagnetik terbagi menjadi beberapa kategori. Kategori X diberikan untuk badai terkuat, kelas M bagi tingkat menengah, dan kelas C paling lemah.
Adapun badai matahari yang berlangsung saat ini dinilai berkekuatan paling lemah.
Meski tak berdampak signifikan, masyarakat perlu mengetahui apa saja hal yang bisa terjadi jika suatu saat badai matahari skala tinggi terjadi. LAPAN menerangkan dampak langsung badai matahari salah satunya adalah meningkatkan risiko kanker pada manusia.
“Apabila kita melakukan penerbangan lintas kutub, maka badai matahari bisa berarti peningkatan intensitas atau paparan partikel bermuatan. Apabila dosisnya terlalu tinggi, dapat meningkatkan risiko kanker. Hal yang sama terjadi pada astronot yang sedang bertugas di luar angkasa. Maka dari itu, astronot harus berlindung dalam kapsul ketika badai matahari terjadi,” jelas Rhorom.
Bagi masyarakat Indonesia, gangguan yang muncul akibat badai matahari lebih minim. Salah satu masalah yang bisa muncul adalah terganggunya komunikasi radio HF di frekuensi 3-30 Mega Hertz.
Pita komunikasi tersebut banyak dipakai di penerbangan, militer, radio amatir, dan saat darurat bencana. Selain itu, tak menutup kemungkinan adanya gangguan sinyal GPS serta anomali medan magnet yang bisa mengganggu survei lapangan.
“Radio (AM, FM), televisi (VHF, UHF), telepon seluler dan televisi satelit tidak terganggu. Perangkat tersebut bekerja pada pita frekuensi yang tidak banyak terpengaruh oleh kondisi ionosfer atau badai matahari,” ujarnya.
Penjelasan serupa dikemukakan Kepala Pusat Geotek dan Tanda Waktu Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Bambang Setiyo Prayitno. Dia memandang kekuatan badai geomagnetik kali ini yang hanya masuk kategori G1 tidak akan banyak berimbas pada aktivitas manusia di Bumi.
Berdasarkan skala kekuatan badai geomagnetik dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) Space Weather Scale, ada lima kategori kekuatan badai magnetik.
Kategori pertama atau G1 yakni minor. Dampak akibat badai magnetik kategori G1 adalah gangguan lemah pada jaringan listrik terutama di wilayah lintang tinggi. Kemungkinan juga ada gangguan minor pada sistem satelit.
Dampak berupa gangguan jaringan listrik dan kerusakan pada trafo serta koreksi orientasi orbit bisa terjadi jika badai masuk kategori G2. Setelah itu, pada kategori G3, bisa muncul gangguan koreksi tegangan serta pergeseran satelit pada orbit rendah.
Jika kekuatan badai masuk kategori G4, masalah pada kontrol tegangan akan meluas. Koreksi orientasi sistem satelit dan gangguan navigasi satelit bisa terjadi. Navigasi radio frekuensi juga akan terganggu.
Pada badai berkekuatan G5, akan ada kerusakan jaringan listrik di Bumi. Kerusakan juga bisa melanda trafo, sistem satelit hingga beberapa hari, serta hilangnya navigasi radio frekuensi dalam beberapa jam.
“[Badai matahari] Yang terjadi saat ini adalah minor, jadi tidak terlalu berdampak,” tegas Bambang kepada Bisnis.