Komdigi Soroti Ketidakpatuhan Facebook - Whatsapp Cs dalam Lindungi Anak

Pernita Hestin Untari
Senin, 16 Juni 2025 | 16:55 WIB
Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid dalam dalam acara Fasilitasi Literasi Digital untuk Perempuan, Anak, dan Komunitas ‘Klik Aman, Anak Nyaman: Bijak Gawai, Cerdas Online’ di Makassar Senin (16/6/2025)/Bisnis.com - Pernita
Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid dalam dalam acara Fasilitasi Literasi Digital untuk Perempuan, Anak, dan Komunitas ‘Klik Aman, Anak Nyaman: Bijak Gawai, Cerdas Online’ di Makassar Senin (16/6/2025)/Bisnis.com - Pernita
Bagikan

Bisnis.com, MAKASSAR— Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menegaskan sejumlah platform digital besar seperti Facebook, WhatsApp, hingga Instagram, masih belum sepenuhnya mematuhi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak atau PP TUNAS.

Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid mengatakan pemerintah telah menempuh berbagai upaya untuk mendorong kepatuhan, mulai dari perintah take down konten hingga pemanggilan langsung terhadap platform yang membandel. Namun, realisasi di lapangan menunjukkan masih banyak pelanggaran yang luput dari tanggung jawab penyelenggara platform.

“Kadang platform tidak comply [patuh], jadi kalau ada yang tanya kenapa iklan judi online masih ada di Facebook, harusnya pada memahami bahwa kami sudah melakukan take down, tetapi kan mereka menjadi rumahnya,” kata Meutya dalam  acara Fasilitasi Literasi Digital untuk Perempuan, Anak, dan Komunitas ‘Klik Aman, Anak Nyaman: Bijak Gawai, Cerdas Online’ di Makassar pada Senin (16/6/2025). 

Meutya juga menjelaskan pemerintah tidak bisa langsung serta-merta menutup platform digital yang dianggap membahayakan anak-anak. Hal tersebut karena ruang digital tetap perlu memberikan kebebasan berekspresi bagi pengguna dewasa. 

Oleh sebab itu, pendekatan yang dilakukan lebih banyak menyasar pada pembatasan akses anak-anak terhadap konten yang berbahaya.

Lebih lanjut, Meutya mengungkapkan bahwa beberapa platform justru belum menggunakan alat moderasi konten secara optimal sebagaimana yang diatur dalam PP Tunas. Bahkan untuk konten yang sangat sensitif seperti pornografi anak, platform digital seringkali tidak segera melakukan penurunan (take down).

“Jadi artinya mereka belum sepenuhnya comply,” tambah Meutya.

Meutya juga menekankan, upaya menciptakan ruang digital yang aman tak bisa dibebankan hanya kepada pemerintah. Publik juga harus berani mengkritik layanan platform yang dinilai lalai atau membahayakan.

“Dari perspektif industri, mereka akan menurut pada pasar. Jadi, pasarnya yang harus sama-sama mengkritik: ‘Saya tidak mau anak saya pakai platform.’ Selama customernya tidak mengkritik tokoh-tokohnya, para penjualnya. Mereka akan dengan senang hati terus berjualan,” katanya.

Dia memastikan bahwa pemerintah akan terus memanggil dan mendorong platform-platform digital asing agar mematuhi ketentuan hukum di Indonesia. Jika tetap tidak menunjukkan komitmen setelah berbagai peringatan, maka pemerintah siap mengambil tindakan lebih tegas.

“PP ini juga nanti memang akan melakukan review, apakah perlu izin yang dicabut dan sebagainya. Jadi pada ujungnya, kalau memang terlalu tidak comply berkali- kali setelah diperingatkan, ada satu tindakan tegas yang akan diberikan kepada para platform ini,” pungkas Meutya.

PP Tunas yang ditetapkan pada 28 Maret 2025 dan mulai berlaku per 1 April 2025, dirancang sebagai payung hukum kuat dalam perlindungan anak di ruang digital. 

Regulasi ini mewajibkan setiap Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) untuk menyaring konten berbahaya, menyediakan kanal pelaporan, serta menerapkan sistem verifikasi usia dan pengamanan teknis yang relevan. Bagi platform yang tidak mematuhi, sanksi administratif hingga pemutusan akses dapat diberlakukan.

Data Komdigi menunjukkan, sekitar 48% pengguna internet di Indonesia adalah anak-anak di bawah usia 18 tahun. Fakta ini menjadi alasan kuat di balik lahirnya PP TUNAS. 

Sebelumnya Meutya menyebut tujuan regulasi ini bukan hanya melindungi anak, tetapi menciptakan ruang digital yang sehat bagi seluruh pengguna.

“Ketika keamanan ekosistem digital diperkuat, yang diuntungkan bukan hanya anak-anak tapi juga semua orang yang berada di ranah digital. Kita ingin semua pihak nyaman, karena aturannya jelas seperti aturan main di pasar,” katanya.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper