Bisnis.com, JAKARTA - Perbedaan pandangan antara pemimpin dan karyawan di perusahaan-perusahaan mengenai teknologi artificial intelligence (AI) disinyalir menjadi penyebab rendahnya angka pengimplementasian teknologi tersebut di Indonesia.
Berdasarkan studi Microsoft dan IDC Indonesia tentang adopsi AI di negara kawasan Asia Pasifik (APAC) berjudul Future Ready Business: Asessing Asia Pasific’s Growth Potential Through AI, hanya 14% dari seluruh perusahaan di Indonesia yang sudah benar-benar mengimplementasikan AI.
“Masih banyak pekerja yang skeptis terhadap adopsi AI di Indonesia,” ungkap Presiden Direktur Microsoft Indonesia, Haris Izmee, di Jakarta, Selasa (12/3).
Adapun, sampai dengan 2021, persentase perbaikan inovasi teknologi Indonesia diperkirakan sebesar 57%. Sementara itu, pada tahun yang sama, persentase Indonesia untuk produktivitas karyawan diperkirakan sebesar 46% atau 10% di atas rata-rata persentase negara Asia Pasifik.
“Hal tersebut, terlebih dikarenakan saat ini ekosistem ekonomi digital Indonesia sedang bertumbuh, mulai dari kemunculan perusahaan rintisan, e-commerce, hingga UKM yang berkontribusi terhadap pendapatan negara,” lanjut Haris.
Di dalam penerapannya, AI disebut-sebut dapat menciptakan pekerjaan-pekerjaan baru. Pekerjaan baru tersebut, nantinya diiringi dengan transformasi keterampilan-keterampilan berbasis AI, baik di bidang teknis seperti pemrograman mau pun di segi soft skill.
Selain itu, tambah Haris, tingginya permintaan terhadap soft skills di Indonesia menandakan bahwa teknologi berbasis AI masih membutuhkan peran manusia, bukan menggantikan manusia.
Menurutnya, teknologi AI tidak dirancang untuk berinteraksi layaknya manusia, sehingga keterampilan yang dibutuhkan perusahaan tidak hanya keterampilan teknis atau pun pengelolaan data, tetapi juga kemampuan mengambil inisiatif serta bekerja sama di dalam tim.