Bisnis.com, JAKARTA - Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) akhirnya angkat bicara mengenai laporan dari perusahaan global penguji kecepatan Internet yaitu Ookla yang menyebutkan kecepatan Internet negara Indonesia berada di urutan buncit.
Komisioner BRTI, Agung Harsono mengkritisi laporan tersebut dan menjelaskan bahwa untuk menghitung kecepatan Internet, harus memasukkan beberapa variabel seperti menghitung kecepatan Internet melalui jaringan Internet fixed line atau mobile. Selain itu menurutnya, metode perhitungan juga seharusnya menggunakan pembagi dari total jumlah pengguna Internet yang ada di suatu negara, sebaran penduduk dan letak geografis.
Agung berpandangan bahwa Indonesia merupakan negara yang unik dan khas, sehingga jika dihitung kecepatan Internetnya harus disesuaikan dengan karakteristik negara Indonesia. Menurut Agung, kecepatan Internet Indonesia di kota besar seperti di Surabaya, Jakarta, Medan dan Bandung tidak kalah cepat dari negara Kuala Lumpur dan Bangkok.
"Seharusnya variabel perhitungan kecepatan Internet di Indonesia juga dimasukkan komponen geografis yang unik dengan wilayah kepulauan, sebaran total pengguna dan jumlah penduduk yang cukup banyak. Tujuannya agar hasil yang didapatkan akan lebih fair dan mendekati kenyataan, karena operator Indonesia membangun hingga daerah terpencil yang sulit akses dan infrastrukturnya. Beda dari negara lain," tuturnya, Kamis (6/2).
Seperti diketahui, perusahaan global untuk menguji kecepatan Internet yaitu Ookla menyebutkan bahwa kecepatan Internet di Indonesia masih dinobatkan diperingkat buncit di antara negara-negara di dunia.
Rata-rata kecepatan Internet kabel Indonesia adalah 15,5 Mbps, sementara rata-rata kecepatan Internet kabel dunia 54,3 Mbps. Sementara itu, kecepatan Internet seluler Indonesia tercatat sekitar 10,5 Mbps. Sementara rata-rata kecepatan Internet selular dunia ada di angka 25,1 Mbps.
Agung memberikan contoh negara Belgia dalam hal kecepatan Internet. Menurutnya, luas wilayah Belgia yang tidak lebih besar dibandingkan Provinsi Jawa Tengah tersebut, akan mempermudah operator telekomunikasi di Belgia untuk menarik fiber optic dan membangun Base Transceiver Station (BTS) di seluruh wilayahnya.
“Sampai kapan pun kalau mau membandingkan kecepatan Internet Indonesia dengan Singapura, kita tak akan bisa kita mengalahkan mereka. Namun kalau ingin membandingkan Singapura dengan Singapura, mungkin kita tak kalah dengan mereka. Jadi kalau mau membandingkan harus apple to apple,” katanya.
Dari data OpenSignal menyebutkan kecepatan rata-rata pengunduhan 4G LTE di Jakarta mencapai 15.1 Mbps. Sedangkan kecepatan rata-rata pengunduhan 4G LTE di kota Bangkok 9.8 Mbps.
Sementara kecepatan rata-rata pengunduhan 4G LTE di Kota Manila 10.59 Mbps. Kota Phnom Penh punya kecepatan 4G LTE 13.26 Mbps. Di kawasan Asean kecepatan unduh 4G LTE masih dipegang Singapura yang mencapai kecepatan 50 Mbps.
Meski kecepatan Internet di Indonesia mendapatkan peringkat ke 2 dari bawah menurut Ookla, namun Agung memastikan bahwa pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) akan terus menggembangkan broadband diseluruh Indonesia khususnya di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) melalui program Palapa Ring dan penggunaan dana USO oleh BAKTI.
“Diharapkan nantinya seluruh daerah kabupaten kota di Indonesia sudah dapat menikmati layanan broadband. Sehingga kecepatan internet di daerah 3T dapat disetarakan dengan kota-kota besar lainnya di kawasan regional,” ujarnya.